Senin, 28 September 2015

PONTIANAK: DARURAT KABUT ASAP

Sudah berjalan hampir beberpa pekan. Namun kondisi cuaca di beberapa daerah di Indonesia belum juga membaik. Termasuk juga Pontianak. Kondisi cuaca yang saya maksud adalah tentu saja merujuk pada kabut asap yang tidak juga berhasil diselesaikan.

Sebenarnya memang banyak faktor yang menyebabkan dampak kabut asap pada tahun ini menjadi cukup parah. Salah satunya gangguan iklim yang kita kenal dengan nama El Nino. Dampak El Nino sendiri terhadap perubahan cuaca global terutama Indonesia adalah terjadinya kekeringan dan menurunnya curah hujan secara signifikan. Mengutip dari pernyataan yang dirilis BMKG pada bulan Juni kemarin, musim penghujan di Indonesia yang biasanya sudah mulai di bulan September, untuk tahun ini bisa jadi mundur hingga November bahkan Desember sebagai dampak El Nino.

Gambaran el nino yang biasa melanda indonesia dan sebabkan kekeringan
(sumber gambar: nasional.sindonews.com)
Namun kita juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan alam sebagai kambing hitam dari masalah asap ini. Ketidak sanggupan pemerintah untuk menertibkan para pembakar lahan juga masih menjadi catatan merah padahal kebakaran lahan terjadi setiap tahun dan terus berulang. Ketimbang memperdebatkan siapa yang lebih patut disalahkan antara para petani tradisional atau pemilik perkebunan, harusnya pemerintah sudah punya data sendiri dan mengkaji permasalahan ini agar tidak muncul kembali.

Jujur, awalnya sebagai masyarakat pontianak, saya beranggapan untuk tidak mengeluh. Terlebih sebagai sesuatu yang terus datang berulang, saya dan masyarakat Pontianak mungkin sudah cukup bisa berdamai dengan kabut asap. Walau jelas akan banyak kerugian yang dirasakan. Saya sangat setuju dengan pendapat salah seorang penulis negeri ini yang ikut berkomentar ketika pemerintah negeri ini ngomel-ngomel ketika negeri tetangga protes oleh kabut asap yang kita hasilkan. Menurut saya, ketimbang ngomel-ngomel, harusnya pemerintah minta maaf dengan rakyatnya karena belum juga berhasil mencari solusi menangani kabut asap ini. Bayangkan pemerintah Singapura dan Malaysia yang hanya terkena asap kiriman saja sedemikian khawatir dengan rakyatnya sehingga sampai merasa perlu melayangkan protes kepada Indonesia, apalagi yang dirasakan oleh rakyat negeri ini di Kalimantan dan Sumatra yang menjadi pusat dari segala kejadian ini.

Bayangkan, di kota Pontianak saja, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) nyaris selalu berada di level yang sangat berbahaya. Seluruh masyarakat dipaksa harus bernafas dengan oksigen yang bercampur asap. Akibatnya banyak sekolah diliburkan. Penderita ISPA-pun meningkat.  

Pengalaman buruk lainnya adalah gangguan dalam penyelenggaraan transportasi udara. Hal ini saya alami langsung. Hari minggu kemarin (27/9), nyaris semua penerbangan menuju Pontianak dibatalkan. Ribuan penumpang terpaksa luntang-lanung tanpa kejelasan. Termasuk juga saya yang harus terjebak di Bandara Soekarno-Hatta nyaris seharian. Jadwal penerbangan saya yang jam 11 pagi, ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan dan kemudian dibatalkan. Jarak pandang kota Pontianak dibawah dibawah 500 meter yang tidak memungkin penerbangan dilakukan.

Saya yang harus kerja kembali esoknya dibuat ketar-ketir. Bagaimanapun saya harus pulang pada hari itu juga. Reschedule yang diberikan oleh maskapai hanya memberikan opsi penerbangan pada hari berikutnya yang tidak mungkin saya ambil. Terpaksa saya mencari tiket baru untuk penerbangan malam itu juga yang pasti akibatnya harga tiket melonjak menjadi dua kali lipat. Itupun tanpa kepastian bahwa pesawat akan benar-benar berangkat. Untungnya akhirnya pesawat benar-benar berangkat, meski membuat saya harus rugi waktu dan rugi pula secara finansial. Dan yang melakukan tindakan seperti yang saya lakukan tidak cuma saya sendiri, beberapa yang bernasib sama juga terpaksa melakukannya. Pun mereka yang memilih reschedule menjadi esok hari, juga tetap harus mengeluarkan biaya untuk akomodasi dan transportasi tambahan serta pula tidak dapat dipastikan akan bisa benar-benar terbang pada keesokan harinya.


Buat yang berencana ke Pontianak, siapkanlah diri menerima delay dan pembatalan penerbangan
(sumber gambar: koleksi pribadi)
Di hari yang sama itu pula beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh teman-teman event organizer yang saya kenal juga mengalami pembatalan. Sebabnya pengisi-pengisi acara mereka juga tidak berhasil menjangkau Pontianak. Tentu saja ini juga merugikan secara materil. Berapa dana yang dibutuhkan untuk menyiapkan sebuah acara namun kemudian terpaksa batal. Beberapa teman baru dikenal yang saya temui dalam penantian panjang delay pesawat saya pun mengeluhkan bagaimana kepentingan-kepentingan mereka bakal terganggu dengan kabut asap yang membuat dibatalkannya banyak penerbangan ini. 

Sungguh, kerugian langsung dari kabut asap ini mungkin sudah mencapai jumlah yang tidak terperkirakan lagi. Belum lagi kerugian tidak langsung, yang jumlahnya bahkan bisa tidak masuk akal baik secara materil dan non materil. Pemerintah juga pasti sedang berusaha menyelesaikan semua masalah ini. Namun jelas kita berharap bencana kabut asap ini bisa ditangani secara berkesinambungan.

Kemarin saya sempat ngobrol dengan Rudi Zapariza, Project leader WWF-Indonesia program Sintang, Melawi dan Kapuas Hulu. Beliau menegaskan bahwa masalah kabut asap ini seharusnya bisa dihadapi dengan lebih siap oleh pemerintah. Terlebih peringatan akan kemungkinan El Nino ini sudah datang jauh-jauh hari. Sudah seharusnya pemerintah menyiapkan langkah-langkah preventif agar kebakaran lahn tidak terjadi.

Selain itu menurut beliau, penanganan kabut asap ini harus berkesinambungan dan menyeluruh. Idealnya penanganan kabut asap ini dilakukan jauh-jauh hari sebelum musim kemarau datang dan melibatkan semua pihak yang berperan terhadap permasalahan ini. Menurutnya jika benar permasalahan asap ini disebabkan perladangan masyarakat lokal, pemerintah harusnya melakukan pembinaan agar pembakaran lahan ini tidak dilakukan. Sementara seandainya memang dilakukan perkebunan-perkebunan besar, sudah selayaknya pemerintah bertindak tegas. Pemerintah seharusnya sudah memiliki data terkait ini dan mampu mengkaji tindakan apa yang harus dilakukan agar bencana kabut asap ini tidak terulang.


Ruzi Zapariza, Project Leader WWF-Kalimantan Barat untuk daerah Sintang, Melawi dan Kapuas Hulu
(sumber gambar: koleksi pribadi)
Demikianlah derita Pontianak ditengah kepungan kabut asap kemarin. Festival titik kulminasi yang biasa diperingati setiap pertengahan september dan menjadi salah satu event pariwisata Pontianak pun urung digelar. Jika sudah seperti ini, siapakah dirugikan? Yang pasti kita semua rugi. Kerugian yang semoga di tahun-tahun kedepannya tidak lagi terulang.

Tulisan ini mungkin hanya keluhan salah seorang warga Pontianak yang merasa kabut asap sudah sangat menyusahkan dan berharap mendapatkan solusi yang lebih baik. Anggap saja sebuah curhat yang tidak jelas ditujukan pada siapa. Namun buat mereka yang tinggal di daerah kabut asap, atau hendak pergi ke daerah terdampak asap, pasti tahu bagaimana tidak nyamannya hidup dalam kepungan asap seperti yang saya alami saat ini. 

6 komentar:

  1. Semoga kabut asap segera berlalu... Semoga juga hujan cepat turun.. Untuk para pembakar lahan..semoga diberikan kesadaran... Dan semoga aparat juga diberikan keberanian untuk menindak para pelaku..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Syukrnya beberapa hari ini kondisi asap di Kalimantan Barat sedikit membaik, masih dalam status bahaya, namun jarak pandang dan kondisi jauh lebih baik. Ini berkat hujan yang mulai turun di beberapa daerah di Kalbar

      Hapus
  2. Udah hujan susah turun , masih aja banyak yang gak mau merawat dan gak bertanggung jawab. Mau dibawa kemana negara ini..

    -Salam, Jevon Levin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Teman-teman di sini yang konsen di bidang lingkungan percaya, yang paling bertanggung jawab sama bencana asap ini adalah perusahaan perkebunan besar yang lahannya kebakaran entah disengaja ataupun tidak. Mereka inilah yang wajib di tindak tegas oleh pemerintah.

      Hapus
  3. Semoga kabut asap segera reda! kemarin ngerasain sendiri pas di kalimantan, parah banget memang! Gegara asap akhirnya pulang reroute dari tarakan, padahal awalnya mau pulang lewat berau :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berarti kita senasib mas. Mereka yang sudah ngerasain sendiri dirugikan kabut asap pasti ngerti bagaimana kondisi seperti ini sangat tidak nyaman.

      Hapus

Copyright © 2014 SANTOSA-IS-ME