Senin, 23 Mei 2016

ADAPTATION. : MELAWAN WRITER'S BLOCK ALA CHARLIE KAUFMAN

Nama Charlie Kaufman sudah cukup populer di Hollywood entah sebagai screenwriter, produser atau sutradara. Karyanya memang bisa dihitung jari. Namun setiap karya-karyanya selalu menarik untuk dinanti. Ia punya signature tersendiri yang seringkali menabrak pakem, nyeleneh dan tidak biasa.

Perkenalan pertama saya dengan Charlie Kaufman adalah di film Eternal Sunshine of the Spotless Mind. Film yang sukses meraih The Best Original Screenplay dalam ajang Academy Award ini masih menjadi salah satu film yang saya tonton berulang-ulang kali hingga sekarang. Gaya penceritaan yang unik dan imajinatif, menjadikan film ini bukan sekedar drama percintaan yang kacangan.

Perkenalan saya pada Charlie Kaufman berlanjut pada Being John Malkovich. Pertanyaan saya sebelum menontonnya juga sama, mengapa John Malkovich? Tapi begitu menonton film yang juga masuk nominasi Academy Award untuk Skenario Asli Terbaik ini, yang saya tahu adalah Charlie Kaufman memang seorang jenius. Film satu ini benar-benar mind-blowing. Ide-idenya begitu orisinil jika tidak mau dibilang "aneh." Mungkin tidak semua penonton akan menyukainya, namun semua pasti setuju ceritanya benar-benar tidak biasa.

Film selanjutnya yang saya tonton dan akan dibahas kali ini adalah Adaptation. Mengapa menurut saya menarik? Karena di film ini Charlie Kaufman bercerita tentang dunia kepenulisan. Ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari cerita film ini yang mungkin bisa kita terapkan dalam dunia nyata. Sangat berguna tentu saja bagi para penulis.

Film tentang dunia kepenulisan...
(sumber gambar : scriptchix.com)
Berkisah tentang dirinya sendiri Charlie Kaufman, yang diminta untuk mengadaptasi sebuah buku non-fiksi untuk menjadi skenario yang bagus. Buku itu sendiri bercerita tentang anggrek dan ditulis oleh seorang wartawan dengan mewawancarai seorang peneliti tumbuhan yang eksentrik dan penuh passion. Idealisme Charlie Kaufman ingin menghadirkan sebuah skenario yang hanya menghadirkan keindaan bunga sebagaimana bukunya, namun buku yang tidak memiliki konflik apakah mungkin dijadikan sebuah skenario? Kisah ini bercerita tentang bagaimana Charlie Kaufman berusaha memecahkan writer's block tersebut dan sukses menjadi naskah skenario untuk film Adaptation. ini.

Bagi penggemar film-film populer Hollywood, film Adaptation. mungkin akan terasa membosankan. Namun untuk para penulis, ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah Charlie Kaufman di film ini.

1. Tentang Writer's Block

Writer's block jelas penyakit yang mengerikan bagi semua penulis, apalagi buat mereka yang dihadapkan pada deadline. Namun penyakit satu ini bisa menghinggapi semua penulis, baik yang pemula maupun profesional, tidak terkecuali pula Charlie Kaufman. 

Di film ini digambarkan berbagai cara yang dilakukan Charlie Kaufman untuk mengatasi writer's block-nya. Mulai dari menjanjikan diri sendiri sebuah hadiah, keluar dan mencari angin segar, hingga mengikuti seminar kepenulisan. Salah satu cara yang juga cukup menarik ditampilkan di film ini adalah dengan merekam ide. Ketika terpikir sebuah ide menarik, Charlie langsung merekamnya dalam bentuk suara. Sebuah cara yang mungkin layak untuk ditiru.

2. Tentang Bagaimana Riset Kepenulisan 

Ada dua sudut pandang di film ini. Dari sisi Charlie Kaufman yang sedang menulis skenario adaptasi serta dari sisi Susan Orlean, si penulis The Orchid Thief, buku yang sedang diadaptasi oleh Kaufman. Sebagai informasi, sosok Susan Orlean dan juga buku The Orchid Thief memang benaran ada di dunia nyata. Hal tersebut yang menurut saya unik dari film ini yang seolah menabrak batas antara fiksi dan realitas.

Nah dari dua sudut pandang tokoh ini kita mendapati berbagai cara riset kepenulisan. Seperti Charlie yang selain membaca The Orchid Thief juga membaca berbagai macam buku tentang tumbuh-tumbuhan, mendatangi pameran anggrek, hingga mewawancarai penulis aslinya untuk memahami karakter si penulis. Begitupun karakter Susan Orlean yang untuk menulis bukunya mewawancarai John Laroche, seorang pemburu anggrek yang eksentrik bahkan hingga terjun langsung ke rawa-rawa untuk menemukan anggek langka yang di film ini dikenal sebagai "ghost."

Proses menulis menuntut riset yang dalam
(sumber gambar : www.asharperfocus.com)
3. Menemukan Pembaca Pertama

Di film ini, Charlie Kaufman digambarkan memiliki seorang saudara kembar yang juga penulis skenario. Sosok saudara kembarnya yang bernama Donald Kaufman ini memiliki karakter yang berkebalikan dengan Charlie yang anti sosial. Namun Donald ini menjadi teman diskusi yang baik bagi Charlie soal banyak hal khususnya kepenulisan. Ia juga yang menjadi pembaca pertama dari naskah yang sedang dikerjakan oleh Charlie.

Menarik melihat bagaimana pembaca pertama bisa memberikan sudut pandang yang berbeda dari sebuah karya. Tidak hanya itu, sudut pandang yang berbeda menyingkapi suatu masalah bisa memberika informasi yang tidak diketahui oleh si penulis. Misalnya bagaimana sudut pandangnya yang unik Donald pada sosok Susan Orlean. Berkat kehadiran karakter Donald inilah Charlie berhasil mengungkap konflik yang akhirnya ditulis di dalam script film ini.

4. Seorang Penulis Harus Senantiasa Belajar

Sosok Charlie dari awal digambarkan sangat idealis dan terobsesi pada orisinalitas. Isi pikirannya bermacam ragam dan begitu aneh. Sementara Donald adalah kebalikannya. Ia menulis skenario drama trailler dengan ide-ide yang klise. Ia juga terbuka dengan berbagai macam hal baru. Karena itu, dari awal digambarkan bagaimana ia mengajak Charlie untuk mengikuti seminar kepenulisan. Namun Charlie terus menolak karena menganggap bahwa seminar-seminar kepenulisan adalah omong kosong.

Hingga kemudian Charlie benar-benar kehabisan ide untuk meneruskan naskahnya dan ia menurut untuk mengikuti seminar kepenulisan yang disarankan Donald. Pada akhirnya, Charlie merasakan manfaat dari kehadirannya di seminar tersebut. Begitulah, menjadi penulis harusnya adalah menjadi rendah hati dan tidak berhenti belajar. 

5. Naskah yang Kita Anggap Buruk Bisa Jadi Bagus di Mata Orang Lain

Naskah yang dituliskan karakter Donald, saudara kembar Charlie di film ini dianggap klise dan konyol oleh Charlie. Tapi nyatanya, begitu naskah Donald itu diserahkan Charlie kepada editornya, sang editor malah menganggap naskah itu adalah naskah terbaik yang pernah ditulis.

Memang sekilas ide-ide yang diajukan Donald agak klise serta mengangkangi logika sehingga membuat Charlie menganggapnya tidak masuk akal. Namun Donald yang sangat terbuka dengan ide-ide baru dan memiliki sudut pandang yang positif tidak patah semangat. Ia terus mengembangkan ide dari berbagai nasehat Charlie.

Di sisi lain ini mungkin pesan Charlie Kaufman juga sih bahwa film yang bagus belum tentu populer dan laris, sebaliknya film yang populer dan laris belum tentu juga sebenarnya masuk kategori bagus.

6. Menulis Adalah Sebuah Perjalanan

Menulis adalah sebuah perjalan. Kadang-kadang si penulis tidak tahu kemana tulisan itu akan membawa. Seperti quote Charlie yang sangat saya ingat dari film ini: "writing is a journey into the unknown." 

Menulis adalah sebuah perjalanan, nikmati tiap prosesnya
(sumber gambar: maxlevelgeek.com)
Karen itulah sepatutnya seorang penulis menikmati setiap prosesnya. Ibarat membaca sebuah buku yang bagus yang sampai membuat kita berdebar-debar untuk melanjutkan membaca halaman atau bab selanjutnya, menulispun harusnya begitu. Kita adalah pembaca pertama untuk karya kita sendiri dan harus menikmati proses bagaimana kisah ini berjalan. Hal inilah yang harus dirasakan oleh seorang penulis, terlebih penulis pemula yang belum terikat oleh deadline. 

Itulah beberapa pelajaran tentang dunia kepenulisan yang dapat saya petik dari film ini. Tentu juga kesenangan selama hampir dua jam bertanya-tanya apakah film ini kisah nyata ataukah fiksi semata. Sekali lagi, mungkin tidak semua akan menyukainya, namun film ini layak untuk masuk list film yang pernah kita tonton. Terlebih untuk mereka yang gandrung dengan dunia tulis-menulis.

Selamat menonton, dan jangan berhenti menulis!!!

Minggu, 15 Mei 2016

SERUNYA BERBURU KULINER HALAL DI HATYAI

Bagi mereka yang gemar melancong, menikmati wisata kuliner di tempat tujuan jelas merupakan suatu keharusan. Kekayaan tradisi dan budaya dari tempat yang dituju sering kali membuat kita menemukan berbagai sajian unik yang mungkin tidak dapat ditemui di tempat asal. Memang belum tentu akan cocok dengan selera lidah, tapi mencoba sesuatu yang baru bukankah itu indahnya dari sebuah perjalanan.

Hanya saja buat yang muslim, menemukan makanan halal bisa jadi tantangan tersendiri terutama jika melancong ke negara dengan mayoritas penduduknya beragama selain Islam. Jangan harap kita bisa menemukan makanan halal di semua tempat seperti di Indonesia. Salah-salah memilih menu, bisa jadi kita melanggar larangan agama. 

Thailand adalah negara bermayoritas penduduk beragama Budha. Negara gajah putih ini cukup mendunia sebagai negara kunjungan wisata termasuk bagi para pelancong asal Indonesia. Bangkok, Phuket dan Pattaya menjadi nama destinasi wisata favorit yang dikunjungi banyak pendatang tiap saban tahun.

Tapi buat mereka yang tidak ingin terlalu dipusingkan dengan pencarian makanan halal jika ingin ke Thailand dapat mengunjungi Hatyai. Nama Hatyai cukup terkenal dikalangan para backpacker. Umumnya menjadi tempat transit bagi para pelancong yang hendak menjelajah Thailand lewat jalur darat. Padahal Hatyai sendiri memiliki pesona wisata yang tidak kalah menariknya dibanding kota-kota lain di Thailand.
Suasana salah satu sudut kota Hatyai
(sumber : dokumen pribadi)
Di Hatyai, jumlah penduduk muslim cukup signifikan. Karenanya berburu kuliner di salah satu kota terbesar di Thailand itu cukup menenangkan. Tidak sulit menemukan makanan-makanan dengan penanda halal di sini. Berbagai menu khas Thailand-pun dapat dijumpai. Ditambah lagi letak kota ini yang berdekatan dengan lintas batas Malaysia, membuat makanan dengan corak melayupun masih bisa ditemui.

Saat sore, menjelang malam, adalah saat yang tepat untuk berburu kuliner di Hatyai. Ada dua tempat yang bisa menjadi pilihan. Yang pertama adalah area pedagang kaki lima di sekitar Le Garden plaza. Setiap sore menjelang malam, area di sekitar pusat perbelanjaan tersebut akan begitu meriah dengan deretan para pedagang kaki lima.

Tempat lainnya adalah Hatyai Floating Market. Tidak sepopuler Bangkok Floating Market memang, namun tidak kalah meriahnya. Untuk mencapai tempat itu kita bisa menggunakan Tuk-tuk sekitar 20 menit dari pusat kota. Di tempat ini deretan pedagang dengan sampan atau perahu terapung-apung menjajakan dagangannya. Kebanyakan adalah makanan dan camilan dengan tampilan yang sangat menarik. Sayang pasar terapung ini hanya buka di sore akhir pekan saja.
Banyak pedagang muslim di Hatyai
(sumber : dokumen pribadi)
Jika berkunjung ke Hatyai dan Thailand kelak, setidaknya ada beberapa menu kuliner yang patut dicoba berdasarkan pengalaman saya berburu kuliner di Hatyai. Lapak-lapak pedagang makanan halal biasanya ditandai dengan logo tulisan halal berbahasa arab, kaligrafi nama Allah dan Rasulullah, atau lambang bulan-bintang.

1. Aneka Jajanan dan Makanan Ringan

Menyusuri jalan-jalan disekitar Lee Garden Plaza memang butuh ketebalan iman yang besar. Deretan jajanan terpajang dengan meriah di kanan dan kiri jalan yang dipenuhi pejalan kaki. Mulai dari potongan ayam panggang dengan potongan besar, sosis dan meatball beraneka macam, hingga udang dan cumi yang aromanya begitu menggoda. Biasanya jajanan yang digemari banyak orang ini dimakan dengan saus khas Thailand yang unik dan kaya dengan rasa asam.

Beberapa jenis panganan manis juga ada di sini, seperti Kanom Krok yang terlihat seperti kue cubit yang terbuat dari kelapa atau Kanom Buang, seperti kue semprong namun diberi berbagai toping yang biasanya manis namun ada juga yang asin. Selain itu juga buah-buahan segar yang siap makan juga bertebaran dibanyak lapak. Berhati-hatilah untuk tidak keburu kenyang oleh camilan-camilan ini selagi berburu makanan utama.

 2. Som Tam

Menu satu ini adalah menu wajib buat penggemar salad. Som Tam terdiri dari taoge dan potongan mangga dan pepaya muda. Ditambah potongan kacang panjang, tomat dan mentimun kemudian disiram dengan saus khasnya yang asam-pedas. Membuat menu satu ini jadi begitu menyegarkan.
Som Tam, Salad khas Thailand
(sumber : dokumen  pribadi)
 3. Manggo Sticky Rice

Yang satu ini cukup populer di Indonesia belakangan ini. Sekilas menu ini sangat sederhana. Potongan mangga dengan beras ketan yang halus kemudian disiram dengan santan susu yang manis dan kental. Rasanya? Benar-benar memanjakan lidah. Entah benar atau tidak, tapi konon banyak yang bilang Manggo Sticky Rice di Thailand jauh lebih enak, berasnya lebih pulen, mangganya pun lebih manis.

 4. Pad Thai

Ini adalah mie siram khas Thailand. Bentuk mienya mirip dengan kwetiaw namun berukuran lebih kecil. Biasanya ditambahkan pula potongan sea food dan juga taoge lalu disiram dengan saus yang asam-pedas. Wujudnya mirip seperti mie goreng, namun dengan sensasi masam yang unik.
Semacam Kwetiaw, tapi mienya lebih ramping...
(sumber : dokumen pribadi)
 5. Tom Yam

Jauh-jauh datang ke Thailand tidak mencoba makanan khas satu ini rasanya tidak sah. Orisinalitas adalah sebabnya, karena di negeri asalnya ini Tom Yam terasa lebih asam, pedas dan beraroma yang khas. Kalau soal isi mungkin sama, namun kekayaan rasa kuahnya bakal bikin kita bingung versi mana yang lebih enak.

 6. Hoy Tod

Makanan bernama Hoy Tod ini begitu populer di Hatyai. Padahal street food satu ini cukup sederhana. Mirip dengan telur dadar biasa, namun diberi tiram sebagai isian. Bukan Cuma itu, dibawahnya biasa ada taoge yang jadi pelengkap. Orang Thailand memang sepertinya sangat menyukai taoge.
Hoy Tod, mirip tlur dadar, dibawahnya ada banyak taoge
(sumber : dokumen pribadi)
 7. Thai Tea

Jika memesan Es Teh di Thailand, mungkin kita akan kaget karena mendapati minuman yang berbeda dengan yang kita temui di Indonesia. Es Teh di Thailand warnanya lebih gelap dan ada rasa pahitnya. Tidak jarang kita menemui Es Teh di Thailand dicampur pula dengan susu atau santan kelapa.

Masih banyak kekayaan kuliner yang bisa dicoba di Hatyai, mulai dari yang normal hingga yang paling ekstrim sekalipun. Pada dasarnya jangan pernah malu bertanya tentang kehalalan makanan yang kita beli karena di Hatyai cukup banyak yang bisa bahasa melayu. Para pedagang biasanya dengan senang hati menjelaskan. Dan jangan lupa, baca Basmalah dan baca doa sebelum makan ya.

Jumat, 06 Mei 2016

LEGITNYA BISNIS PENGIRIMAN, SEBUAH CERITA DARI BUJANG KURIR DAN JNE EXPRESS

Sepertinya bisnis kurir-mengkurir sedang ngehits belakangan ini. Dalam dua pekan ini saya bertemu dengan pelaku usaha ini yang bercerita gimana program-program mereka untuk terus mendulang sukses dalam dunia antar-mengantar.

Dua pekan lalu saya berkenalan dengan Rizky, owner Bujang Kurir, jasa pengantaran lokal Pontianak yang bermoto "Adek Pesan, Abang Antar." Saat bercerita, usahanya ini sudah memasuki bulan kesepuluh. Dengan sembilan orang armada dan dua orang operator, Bujang Kurir kini perbulannya mengantarkan hingga lebih ke seribu pelanggan. 
Bersama Rizky, owner Bujang Kurir
(sumber gambar : dokumentasi pribadi)
Meski hanya mengakomodir pesanan dalam kota, Bujang Kurir ternyata punya pangsa pasar sendiri. Menyadari omset terbesarnya datang dari mengantarkan pesanan makanan, Bujang Kurir lantas membangun sinergi dengan pengusaha-pengusaha rumah makan. Dengan begitu pengusaha rumah makan tidak perlu menyediakan armada untuk menyediakan jasa pesan-antar.  

Diakuinya, ide awal memulai Bujang Kurir adalah meniru kesuksesan GoJek di beberapa kota besar di Indonesia. Namun menurutnya, seiring berjalannya waktu, ia terus berusaha menyesuaikan dengan pasar Pontianak yang jelas berbeda dengan kota-kota besar lainnya. Pontianak punya karakteristiknya sendiri, karena itulah di awal, butuh waktu baginya menemukan formula yang tepat untuk bisnis jasa satu ini. Rizky mengaku ia sempat melakoni sendiri peran sebagai kurir, operator dan manajemen sekaligus diawal memulai usahanya dulu.

Lain Bujang Kurir, lain pula JNE. Sebagai salah satu penguasa pasar jasa pengiriman dan logistik nasional, JNE terus berinovasi untuk terus mengembangkan bisnisnya. Perkembangan tekhnologi yang demikian pesatnya, mau tidak mau juga membuat JNE mau beradaptasi. Sekedar mengandalkan nama besar untuk terus bertahan jelas bukan pilihan bijak. Karena itulah JNE berusaha untuk semakin ramah dengan tekhnologi.


Kopdar MY JNE yang dihadiri oleh para blogger, awak media dan pelaku UKM
(sumber gambar : dokumentasi pribadi)
Salah satunya dengan meluncurkan aplikasi My JNE. Aplikasi ini membantu para pelanggan JNE untuk melakukan banyak hal. Mulai dari pengecekan tarif, menemukan outlet JNE terdekat, tracking barang kiriman, hingga My COD Wallet yang tidak ubahnya seperti rekening bersama. Dengan JNE yang berada di dalam genggaman, membuat kemudahan berkirim-barang jadi sesuatu yang semakin nyata. 

Begitulah Mayland Hendar Prasetyo, Marketing Communication Division JNE bercerita bagaimana IT development menjadi salah satu fokus perhatian JNE. Saya beserta awak media dan para blogger kota Pontianak diundang dalam acara Kopdar My JNE pada senin (26/4) kemarin. Kopdar ini juga menjadi ajang bagi para pelaku usaha perdagangan daring untuk mengenal lebih jauh layanan-layanan yang dimiliki oleh JNE.

Mayland mengakui perkembangan perdagangan online dan e-commerce saat ini berdampak besar bagi usaha jasa pengiriman. Kehadiran banyak e-commerce dan pedagang online kini membuat batasan-batasan atas transaksi semakin memudar. Karena itulah jasa pengiriman dan logistik seperti JNE menjadi kian signifikan. E-commerce yang menyerbu Indonesia-pun tak cuma yang datang dari dalam negeri, beberapa e-commerce luar yang sudah punya nama mulai melirik pasar Indonesia. Jual-beli online sekarang sudah menjadi gaya hidup baru.
Mengecek tarif bisa dilakukan dengan aplikasi My JNE
(sumber gambar : dokumentasi pribadi)
Di Pontianak saja misalnya, ia mengatakan bahwa tiap harinya ada enam ton barang masuk. Kebanyakan adalah produk elektronik alias gadget kemudian disusul produk fashion dan kosmetik wanita. Sementara produk keluar dari Pontianak jumlahnya hingga dua ton perhari. Ketimpangan ini menunjukkan masih belum kuatnya branding produk lokal Pontianak. Karena itulah, menurut Mayland, JNE sangat peduli dengan usaha untuk memajukan UMKM lokal salah satunya di bidang kuliner. Kini sudah ada hampir 6000 produsen makanan baik basah dan kering yang sudah berkerja sama dengan JNE. 

Meski beberapa usaha e-commerce sekarang telah memiliki jasa pengiriman sendiri, JNE mengaku belum tertarik untuk terjun langsung di dunia e-commerce. Menurut Mayland, ada banyak ruang pasar di jasa pengiriman yang masih bisa digarap oleh JNE. Misalnya soal packaging yang sering kali jadi kendala bagi UMKM. Saat ini, JNE sedang mencoba membangun Packaging Centre di Jakarta. Dengan adanya Packaging Centre kedepannya pedagang cukup membawa produk dagangannya saat hendak mengirimkannya. Mayland mengakui saat ini JNE sangat fokus mengembangkan Pckaging dan IT Centre ini agar bisa dinikmati oleh pelanggannya di seluruh Indonesia.
Mayland Hendar Prasetyo, Marketing Communication Division JNE
(sumber gambar : @dodon_jerry)https://twitter.com/dodon_jerry 
Persaingan di bidang jasa pengiriman dan logistik memang kian sengit, baik yang berskala lokal maupun nasional. Namun Mayland menegaskan bahwa JNE tidak gentar, ia yakin masing-masing memiliki pangsa pasarnya sendiri. Bukan berarti bahwa JNE hanya diam saja, beberapa program andalan JNE merupakan hasil dari usaha memahami konsumen terus menerus. JESIKA, layanan jemput ASI misalnya merupakan bentuk komitmen JNE terhadap kebutuhan para Ibu masa kini untuk tetap memberikan ASI pada anaknya.  

Berpengalaman hampir 26 tahun di dunia kurir-mengkurir, JNE berharap bisa semakin canggih dan semakin dekat dengan konsumen. Berawal dengan mobile apps yang kini membuat JNE sedekat dalam genggaman, kedepannya JNE akan terus mengintegrasikan tekhnologi dalam layanannya. Tujuan tentu saja, agar layanan JNE semakin mudah diakses, semakin cepat dan semakin dekat dengan para konsumennya.

Jadi, segeralah unduh My JNE di Google Playstore lalu kirim sesuatu ke pemilik blog ini hehehe...
Copyright © 2014 SANTOSA-IS-ME