Selasa, 20 Oktober 2015

MUSIK YANG SEDERHANA DAN JUJUR ALA SILAMPUKAU

Saya tinggal di sebuah kota yang jauh dari hingar-bingar dunia permusikan. Karena itulah, kesempatan untuk menikmati pertunjukan musik sangat terbatas. Saya terkadang iri jika mengingat teman-teman di beberapa kota besar bisa menikmati berbagai pertunjukan musik saban pekan. Bahkan malah bisa jadi menyaksikannya langsung dengan gratis. 

Bicara soal musik tentu saya tidak bicara tentang musik di televisi. Tanpa bermaksud merendahkan selera orang lain, namun bagi saya musik Indonesia yang saat ini dimainkan di televisi terlalu monoton. Beberapa masih memiliki kualitas, sebagian lainnya boleh dibilang cukup memprihatinkan. Sialnya, sebagai media yang paling banyak dipergunakan oleh masyarakat Indonesia, musik-musik yang saban hari nongol di televisi jadi dianggap sebagai "mainstream."

Padahal, jika kita mau membuka kuping lebih lebar kita akan menemukan banyak musik-musik lain yang punya kualitas layak untuk dapat dua jempol. Nama-nama macam White Shoes & Couples Company, Sore, Payung Teduh, atau bahkan Ayushita (Iya, ini Ayushita yang BBB itu) punya kualitas karya mumpuni dan diakui banyak kritikus musik, namun jangan harap mereka bakal dapat panggung luas di televisi untuk saat ini. Karena itulah, cukup menyedihkan rasanya jika kita masih menjadikan televisi sebagai panduan untuk memilih koleksi musik kita.

Radio mungkin adalah pilihan yang jauh lebih cocok untuk mendengarkan lag. Dan untuk ukuran kota Pontianak, Radio Volare tempat saya berkerja mungkin adalah salah satu yang terdepan dalam soal koleksi musiknya. Termasuk tentang salah satu grup musik yang akan saya perkenalkan lewat postingan kali ini.

Silampukau adalah duo yang terdiri dari Eki Trisnowening dan Kharis Junandharu. Bermarkas di kota pahlawan, Surabaya, grup ini mengusung folk sebagai warna utama musik mereka. Pilihan yang terbilang berani karena boleh dibilang, musik folk tanah air sudah lama tidak membunyikan gaungnya, tenggelam di bawah arus popularitas musik pop, rock bahkan jazz.

Silampukau, duo folk asal Surabaya...
(sumber gambar: silampukau.com)
Sebagaimana mestinya musik folk, Silampukau hadir dengan gaya sederhana, lirik-lirik cerdas dan jujur bahkan terkadang cenderung blak-blakan. Baru menghadirkan sebuah album bertajuk "Dosa, Kota dan Kenangan," pada tahun ini serta sebuah album mini "Sementara Ini," pada 2009 silam, namun kualitas Silampukau tidak perlu diragukan. Silampukau sendiri bukan nama baru di jagad musik Surabaya. Mereka sudah mulai bermain folk sejak 2008 sebagai duet. Sebelum bertemu mereka masing-masing pernah menggawangi beberapa band, bahkan juga band keroncong.

Album terbaru mereka yang diluncurkan 2015 ini, sesuai juga judulnya "Dosa, Kota dan Kenangan," bercerita tak jauh-jauh dari hal-hal yang ada di sekitar mereka, tentang Surabaya dan segala macam warna-warninya. Lagu-lagu macam "Malam Jatuh di Surabaya," merekam potret kota Surabaya dalam alunan irama dan lirik-lirik indah, membuat kita ingin melihat sendiri seperti apa wajah Surabaya di malam hari. 

Lagu-lagu lain macam "Sang Juragan," yang bercerita tentang alkohol, "Si Pelanggan" yang terang-terangan berkisah tentang Gang Dolly yang terkenal itu, seolah jadi gambaran mengapa frasa "Dosa" menjadi bagian dari tajuk album ini. Kita bisa saja tidak bersetuju dengan isi lagunya, tapi tidak bisa dipungkiri dua lagu ini adalah potret zaman yang memang jadi realita perkotaan termasuk di Surabaya.

Album pertama Silampukau, "Dosa, Kota & Kenangan."
(sumber gambar: silampukau.com)
Tak hanya itu, album ini juga bicara tentang hal-hal yang lebih universal. "Bola Raya," berkisah tentang sepak bola yang mana Surabaya juga terkenal dengan Persebaya dan Boneknya, atau "Lagu Rantau (Sambat Omah)," bercerita tentang kerasnya hidup perkotaan, hingga "Doa 1" yang mengkritik industri televisi kita dengan cara yang komikal bahkan cenderung kocak.

Album EP merekapun meski sederhana, namun lagu-lagunya tak kalah trengginas. Berisi empat lagu, berjudul Pagi Itu, Cinta Itu, Hei, dan Sampai Jumpa serta sebuah bonus track Berbenah, menjadi awal yang menarik untuk memahami sejarah Silampukau dari awal mereka bermula. Tidak segarang album penuh mereka, namun tetap ada warna mereka di sana.

Sebagai musisi folk, musik Silampukau tidak jauh-jauh dari permainan gitar akustik dan ukulele yang simple namun menyenangkan untuk didengarkan. Ditambah dua warna vokal yang berbeda yang mengisi tiap bagian lagu-lagu mereka.  Serta tentu saja lirik-lirik lagu yang cerdas, unik dan penuh kisah di dalamnya.

Mungkin sulit membandingkan Silampukau dengan musisi folk Indonesia era lalu macam Iwan Fals, Ebiet G. Ade atau Franky Sahilatua karena secara zaman mereka jelas berbeda. Silampukau punya warna mereka sendiri, namun tidak menghilangkan kejujuran serta kesederhanaan yang juga jadi ciri khas para senior mereka di musik folk tersebut.

Senin, 12 Oktober 2015

TALKSHOW KESEHATAN MATA DAN GIGI DARI MITRA MEDIKA

Masa pertumbuhan adalah masa-masa untuk anggota tubuh seorang anak untuk terus mengalami perubahan. Pada masa inilah sedikit demi sedikit organ tubuh mengalami penyempurnaan hingga kemudian berhenti ketika si anak tiba di akhir masa pertumbuhan.
Mata dan gigi adalah dua organ yang mengalami pertumbuhan paling signifikan sepanjang usia pertumbuhan. Pada saat dilahirkan, seorang anak hanya memiliki kemampuan pandangan yang sangat terbatas hingga hanya memungkinkan melihat sampai pada wajah ibu ketika si anak sedang di gendong di dada. Begitupun organ gigi, pada saat dilahirkan bayi tanpa gigi. Kemudian akan tumbuh gigi yang dikenal dengan gigi susu. Gigi-gigi susu ini kelak pada waktunya akan rontok dan digantikan dengan gigi dewasa yang akan kita miliki hingga usia senja kelak.

Meski pertumbuhan dan perubahan pada mata dan gigi adalah hal yang alami, namun bukan berarti proses pertumbuhan ini tidak perlu diberi perhatian khusus. Penyimpangan dan ketidak normalan ini sudah jamak sekali terjadi, karena itulah idealnya orang tua harus rutin memeriksakan anaknya ke dokter untuk memastikan berjalannya proses pertumbuhan ini sesuai dengan yang diharapkan.

Contohnya adalah dalam proses pergantian dari gigi susu menuju gigi dewasa. Karena seringkali rontoknya gigi susu ini tidak terjadi dalam waktu bersamaan, maka pertumbuhan gigi dewasa yang permanen ini jadi tidak sempurna. Inilah yang banyak orang menyebutnya sebagai ginsul. Pada beberapa orang ini tidak terlalu menjadi masalah, namun pada beberapa orang lainnya justru sangat mengganggu terutama dari segi penampilan.

Tentu hal ini masih bisa diperbaiki dengan bantuan medis. Namun sayangnya, karena ingin menghemat biaya ataupun karena pengetahuan yang kurang, banyak pasien yang mengalami gangguan pada mata maupun gigi memilih jalan yang tidak tepat. Seperti pada kasus gigi tidak rata, banyak yang menggunakan kawat gigi tanpa ada pengawasan dokter. Atau dalam kasus rabun mata, menggunakan kontak lensa yang tanpa rekomendasi dokter. Hal ini bisa jadi bukannya membantu, namun malah semakin memperparah kondisi anak.

Untuk memberi pemahaman dan informasi lengkap kepada masyarakat itulah Rumah Sakit Mitra Medika Pontianak mengadakan Talk Show kesehatan yang khusus membahas dua hal ini. Pembicara pertama adalah drg. Julvan GM Nainggolan, Sp.Ort yang akan menjabarkan secara khusus tentang "Gigi sehat pendukung tumbuh kembang anak," dan "Kawat gigi dalam pandangan estetika dan kesehatan." Dengan demikian harapannya adalah agar orang tua memperhatikan kesehatan gigi anak serta memahami benar tentang pemakaian kawat gigi tidak hanya untuk tujuan estetika namun juga medis.

Jangan sampai terlewat tanggalnya....
(sumber gambar: mitramedikahealthcare.com)
Sementara pembicara kedua dr. Nassa Rachmatika, Sp.M bakalan bicara seputar "Deteksi dini dan penanganan masalah mata pada anak," serta "Deteksi dan penanganan selaput mata (pterigium)." Harapannya orang tua dapat mengetahui beberapa gangguan mata pada anak yang sering terjadi dan bagaimana seharusnya hal ini diatasi.

Talkshow kesehatan ini akan dilaksanakan pada hari sabtu, 24 Oktober 2015 dari pukul 09.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Bertempat di lantai 5 RS Mitra Medika Pontianak, Jln. Sultan Abdurrahman No.25 Pontianak.

Pendaftaran dapat dilakukan melalui sms ke nomer 0812 5010 4688 atau telepon ke nomer 0561-584888. Acara ini terbuka untuk umum dan gratis, namun diwajibkan untuk melakukan pendaftaran terlabih dahulu karena tempat terbatas.

Nah, butuh alasan apa lagi untuk ikutan? Bakal dapat informasi kesehatan yang sangat bermanfaat, gratis pula. Tidak bakalan rugi. Apalagi juga akan ada souvenir menarik, doorprize khusus, serta snack dan makan siang. Belum cukup, di tempat acara juga bakalan ada konsultasi kawat gigi gratis. Jadi catat baik-baik tanggal acaranya, jangan sampai kelewatan.

Informasi lebih lengkapnya bisa kunjungi website RS Mitra Medika Pontianak di www. mitramedikahealthcare.com

Minggu, 11 Oktober 2015

PENGGUNAAN LENSA KONTAK

Gangguan penglihatan sering kali sangat mengganggu bagi sebagian orang. Untuk mereka yang mempunyai gangguan penglihatan yang parah, bisa jadi sampai ada yang kesulitan beraktivitas tanpa alat bantu penglihatan yang tepat. Sementara untuk mereka yang mengalami gangguan dalam kadar yang tidak terlalu tinggi, mungkin tetap bisa melihat, namun tetap saja tidak senyaman dari mereka yang memiliki penglihatan normal. Saya sendiri misalnya, untuk melihat jam di dinding atau menonton televisi saja saya harus menggunakan kacamata.

Menggunakan kacamata bukanlah sesuatu yang nyaman. Dari segi estetika, jika tidak pandai memilih frame kaca mata yang tepat, bisa jadi akan merusak penampilan. Tentu hal ini akan menurunkan kepercayaan diri, terutama untuk mereka yang harus sering beraktivitas di depan banyak orang.

Program kesehatan di Radio Volare Pontianak
(sumber gambar: dokumentasi pribadi)
Belum lagi rasa tidak nyaman, karena ketika menggunakan kacamata berarti kita menempelkan benda asing di atas telinga dan hidung kita. Mereka pengguna kaca mata pasti mengerti bagaimana rasanya. Selain itu, kaca mata bisa jadi membuat kita kesulitan beraktivitas normal. Melakukan olah raga ataupun aktivitas dengan mobilitas tinggi jelas tidak akan sempurna karena kita akan khawatir dengan kacamata yang kita pakai. Begitupun jika kita makan-makanan hangat yang menghasilkan uap, kacamata kita pasti akan langsung berembun.

Alternatif lainnya buat penderita gangguan penglihatan adalah dengan menggunakan kontak lensa. Namun banyak masyarakat, termasuk saya masih ragu untuk menggunakannya. Pertanyaan yang paling umum, adalah apakah penggunaan kontak lensa itu aman? Sebagai satu-satunya organ lunak yang tidak terlindungi, memasang lensa kontak di permukaan mata terlihat agak menyeramkan untuk mereka yang belum pernah menggunakannya. Belum lagi membayangkan akan ada rasa tidak nyaman karena bagaimanapun lensa kontak adalah benda asing yang ditempel langsung dipermukaan kornea mata.

dr. Nassa Rachmatika, Sp. M salah seorang dokter spesialis mata dari Rumah Sakit Mitra Medika Pontianak meyakinkan bahwa penggunaan lensa kontak sangat aman selama si pengguna mengikuti petunjuk penggunaan dengan benar. Karena itulah, memahami dengan baik aturan dan tata cara pemakaian lensa kontak adalah hal yang harus dilakukan oleh setiap penggunanya.

Lensa kontak sendiri biasanya terbagi atas dua macam. Yang pertama adalah softlens yang terbuat dari bahan yang lunak dan sangat tipis bahkan menyerupai gel. Karena sifatnya yang lunak dan menyerupai gel, softlens membuat penggunaannya lebih nyaman serta juga memiliki harga yang terjangkau. Sementara yang kedua adalah hardlens yang terbuat dari bahan yang lebih kaku dan keras. Kelemahan penggunaan hardlens adalah karena akan membuat mata terasa tidak nyaman dan membutuhkan waktu bagi penggunanya untuk beradaptasi. Namun kelebihannya, hardlens memiliki ketahanan yang lebih lama kerena bisa bertahan hingga 2-3 tahun.

Untuk mendapatkan lensa kontak idealnya pasien diharuskan berkonsultasi dengan dokter spesialis mata. Hal ini dikarenakan bentuk mata setiap orang tidak sama. Karena itulah dibutuhkan sebuah pemeriksaan yang tepat agar bisa mengukur ukuran kornea yang nantinya akan ditempeli dengan lensa kontak. Penggunaan lensa kontak yang tidak sesuai ukuran dapat membuat penggunanya merasa tidak nyaman. Jika telah didapatkan ukuran kornea, maka si pasien bisa membeli lensa kontak sendiri entah di optik maupun dengan bantuan dokter mata.

Lensa kontak yang paling populer adalah softlens. Softlens sendiri ada berbagai macam jenisnya dan memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Ada softlens harian, yaitu itu softlens yang sifatnya hanya untuk sekali pakai. Jadi begitu selesai dipakai, softlens harus dibuang. Kelebihannya tentu saja adalah softlens jenis ini lebih aman. Kekurangannya adalah boros karena pengguna harus memakai yang baru setiap kali memakai lensa kontak. Sementara jenis lainnya adalah softlens bulanan dan juga tahunan. Softlens jenis ini memiliki masa pakai yang lebih lama, bisa disimpan setelah selesai pemakaian dan bisa dipakai kembali. Karena itulah, softlens jenis ini cenderung lebih hemat. Namun demikian, softlens jenis ini membutuhkan perawatan ekstra. Selain itu juga memiliki resiko lebih besar menjadikan softlens menjadi tempat bersarangnya kuman sehingga berakibat buruk bagi si pengguna softlens. Semakin lama masa pakai softlens semakin besar juga resiko tersebut.

Bersama dr. Nassa Rachmatika, Sp.M (pakaian hitam) dari RS Mitra Medika
(sumber gambar: dok. Pribadi)
Meskipun aman, ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh para pengguna lensa kontak. Ada do dan don't yang harus dipatuhi oleh para pengguna lensa kontak. Hal ini sangat penting karena jika tidak difahami dengan benar bisa mengakibatkan dampak yang sangat fatal. Setiap dokter spesialis mata akan selalu mengedukasi pasiennya yang akan menggunakan lensa kontak tentang hal-hal tersebut. Karena itulah, penggunaan lensa kontak haruslah melalui pemeriksaan dokter terlebih dahulu. Bahkan dr. Nassa menambahkan bahwa ada kondisi-kondisi tertentu yang bisa jadi menyebabkan penggunaan lensa kontak tidak diperkenankan.

Do

  • Gunakan lensa kontak yang tepat dan sesuai.
  • Milikilah perangkat untuk perawatan lensa kontak
  • Sediakan selalu kacamata sebagai cadangan, terutama untuk yang memiliki gangguan penglihatan parah
  • Ketika mata mulai perih, memerah atau terasa tidak nyaman, segera lepaskan lensa kontak
  • Simpanlah kontak lensa pada tempat khususnya

Don't
  • Membersihkan lensa kontak dengan air liur, air kran, atau air apapun. Hanya gunakan air pembersih khusus yang memang disediakan untuk kontak lensa.
  • Menggunakan kontak lensa yang kotor, berdebu atau setelah jatuh ke lantai tanpa dibersihkan terlebih dahulu
  • Menggunakan lensa yang telah disimpan di tempat penyimpanannya lebih dari 7 hari tanpa dibersihkan terlebih dahulu
  • Tidur dengan lensa kontak yang masih terpasang.
  • Mandi tanpa melepaskan lensa kontak
  • Memakai lensa kontak untuk berenang di kolam renang, kolam air panas, olah raga air lain tanpa menggunakan kacamata pelindung
  • Beraktivitas berat yang beresiko membuat benturan dengan mata atau lensa kontak terlepas
  • Menggunakan tetes mata tanpa konsultasi dengan dokter mata
Itulah beberapa hal yang patut diperhatikan oleh mereka para pengguna lensa kontak. Sebagian mitos yang beredar adalah bahwa kaca mata ataupun lensa kontak akan dapat mengurangi ataupun menambah besar kerusakan mata khususnya rabun jauh sama sekali tidak benar. Yang menyebabkan penambahan angka minus pada mata itu adalah karena pertumbuhan organ mata yang akibatnya selisih jarak bayangan dan retina juga bertambah. Karena itulah, untuk yang telah melewati masa pertumbuhan, penambahan minus mata jarang terjadi.

Jumat, 09 Oktober 2015

GO JEK, BELAJAR DARI MASALAH

Blessing in disguise, ini adalah prinsip yang harus diyakini oleh semua entrepreneur. Dimana ada masalah ataupun bencana, maka disana juga akan ada peluang yang seandainya dilihat dengan jeli tentu bisa dikembangkan menjadi bisnis yang tidak saja menguntungkan, namun juga membantu banyak orang.

Nah, semakin kompleksnya kehidupan manusia jelas menghadirkan masalah-masalah entah yang dirasakan langsung ataupun tidak. Terlebih dalam realitas masyarakat saat ini yang ukuran-ukuran nilainya terus berubah. Beberapa era dulu uang mungkin jadi sesuatu yang paling berharga. Tapi kini, waktu bisa jadi currency yang jauh lebih berharga dari lembaran-lembaran uang bagi beberapa orang.

Kejelian seorang entrepreneur menangkap peluang-peluang dari masalah inilah yang tidak jarang menjelma menjadi bisnis raksasa yang beromset luar biasa. PayPal misalnya. Berawal dari semakin maraknya transaksi online yang membutuhkan metode pembayaran yang aman, cepat dan mudah, PayPal kemudian hadir menjadi solusi yang hingga kini tercatat sebagai salah satu metode pembayaran paling sering digunakan di jagad daring.

Nah, beberapa waktu yang lalu, sebuah startup asli Indonesia sedang ramai diperbincangkan di banyak media. Go Jek, besutan Nadiem Makarim dianggap sebagai sebuah terobosan baru yang memberi banyak dampak pada sistem transportasi di beberapa kota-kota besar. Kebetulan akhir pekan yang lalu, saya datang  berkunjung ke Ibukota dan tentu saja kesempatan ini juga saya gunakan untuk merasakan sendiri bagaimana pelayanan Go Jek tersebut.

Nadiem Makarim (baju hitam) dan armada Go Jek-nya...
(sumber gambar: metro.sindonews.com)
Untuk kota sebesar Jakarta, masalah kemacetan mungkin menjadi salah satu persoalan yang tidak kunjung selesai. Dengan jumlah penduduk yang sedemikian banyak, berbanding lurus dengan jumlah kendaraan pribadi yang berseliweran di jalan raya, tak ayal membuat kota ini dikepung dengan kemacetan di sana-sini. Belum lagi menghitung masyarakat di kota-kota satelit Jakarta yang mencari peruntungan di ibukota, menambah sesaknya jalan-jalan disana.

Ada banyak pilihan moda transportasi umum di Jakarta baik yang masal maupun privat. Tapi semua tentu punya kurang dan lebihnya masing-masing. Dan ojek yang lebih gesit dan ramping, mungkin masih menjadi salah satu primadona pilihan, terutama ketika sedang berada di puncak-puncaknya kemacetan.

Namun begitu, ada banyak hal juga yang membuat orang enggan menggunakan ojek. Salah satunya adalah standar harga yang tidak jelas. Semua hanya berdasarkan kesepakatan antara si penumpang dan si pengojek. Untuk mereka yang sudah terbiasa menggunakan jasa ojek mungkin sudah mengetahui harga yang sesuai untuk jarak yang hendak dituju. Namun untuk mereka yang tidak terbiasa menggunakan ojek, ini bisa jadi masalah yang tidak menyenangkan. Selain itu, ojek juga idientik dengan kebiasaan ugal-ugalan di jalan raya. Tidak jarang pengemudi ojek melanggar aturan lalu lintas dengan alasan mencari jalan pintas.

Kedua hal ini pernah saya alami sendiri. Untuk sebuah jarak yang terbilang cukup dekat, saya pernah dikenai tarif yang terbilang cukup tinggi. Waktu itu saya baru pertama kalinya datang ke Jakarta, jadi tidak tahu benar jarak menuju tempat yang dituju dan berapa biaya standar untuk ke sana. Celakanya, yang membuat saya cukup trauma adalah si pengemudi ojek kemudian mengantar saya ke tempat tujuan dengan melawan arus. Semenjak itu, saya selalu ragu untuk menggunakan jasa ojek.

Go Jek kemudian hadir menjadi semacam menjawab untuk masalah yang saya alami tersebut. Bagi yang pernah menggunakan aplikasi Go Jek pasti merasakan sendiri, bagaimana tarif ojek yang harus dibayarkan akan muncul sebelum kita memesan jasa Go Jek hanya dengan memasukkan titik keberangkatan dan tujuan di GPS yang ada di dalam aplikasi tersebut. Dengan demikian permasalahan soal harga ini menjadi terselesaikan.

Selain itu, dari informasi yang saya baca, para pengemudi Go Jek sudah diberikan pelatihan khusus dari manajemen Go Jek. Salah satunya tentu mengenai safety riding. Karena itulah, Go Jek memberikan standar bagaimana setiap penumpang akan mendapatkan pinjaman helm dan masker tiap kali berkendara bersamanya. Selain itu mereka juga dilatih untuk mengikuti aturan lalu lintas dengan benar. Dan ini saya rasakan sendiri ketika kemarin berkali-kali menggunakan jasa Go Jek. Tak sekalipun ada pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh para pengemudinya. Tentu ini tidak bisa jadi generalisasi keseluruhan, tapi paling tidak ini salah satu contoh yang saya alami sendiri.

Selain itu, perkara keamanan juga jadi hal yang sering menjadi perhatian para pengguna ojek. Dengan angka kriminalitas kota Jakarta yang tinggi, keamanan para pengguna ojek sering kali dipertanyakan. Nah Go Jek menjawab ini dengan meyakinkan bahwa semua driver Go Jek telah di data dengan baik sehingga jelas orang per orang. Salah satunya adalah kita bisa tahu siapa pengemudi Go Jek yang akan menjemput kita lengkap dengan nama, foto bahkan nomer telepon. Selain itu, pihak manajemen Go Jek juga merilis bahwa pengemudi dan penggunakan jasa Go Jek telah diasuransikan.

Keberhasilan melihat peluang dan memberikan jawaban untuk masalah-masalah seputar ojek inilah yang membuat Nadiem Makarim sukses mengembangkan Go Jek yang kini tidak hanya ada di Jakarta namun juga di kota-kota besar lainnya. Nadiem sendiri percaya, kehadiran Go Jek ini akan membantu para tukang-tukang ojek. Konon menurutnya, selama ini 70% waktu yang dipakai para supir ojek hanya untuk menunggu penumpang alias ngetem di pangkalan. Betapa tidak efisiennya, bukan? Karena itulah, dengan aplikasi Go Jek ini, para supir Go Jek, tidak perlu menunggu, namun cukup dengan mengikuti aplikasi Go Jek yang mereka bawa. Hal ini tentu memudahkan si driver serta juga memudahkan pula buat si pelanggan.

Terakhir, Go Jek tidak saja hadir sebagai jawaban atas masalah-masalah perojekan. Nadiem melihat ini sebagai peluang, hingga jadilah Go Jek yang seperti kita kenal sekarang. Ia memberikan jawaban nyata sekaligus solusi atas masalah-masalah yang ia temukan. Selain itu visi besar Nadiem yang ingin menolong meningkatkan pendapatan para tukang ojek jelas adalah wujud nyata bahwa syarat untuk sebuah bisnis untuk tumbuh dan longlasting adalah dengan memiliki visi besar yang menyertainya.

Kedepannya, banyak tantangan untuk Go Jek yang siang menghadang laju pertumbuhannya. Mulai dari para tukang ojek pangkalan yang mulai terusik, hingga pesaing besar serupa seperti GrabBike yang sebelumnya sukses dengan GrabTaxi-nya (percaya nggak percaya, saya merasakan sendiri bagaiman persaingan diantara para pengemudi Go Jek dan Grab Bike ini). Tentu jika Nadiem dan kawan-kawan tetap jeli menangkap apa-apa saja keluhan dan masalah di masyarakat kemudian memikirkan inovasi untuk menghadirkan solusinya, saya yakin Go Jek akan tetap menjadi yang terdepan.

Grab Bike, siap menggeser dominasi Go Jek...
(sumber gambar: infokomputer.com)

Kamis, 08 Oktober 2015

3 ALIF LAM MIM : BUKTI FILM INDONESIA MASIH PUNYA NYALI

Saya mungkin boleh dibilang salah satu penonton film Indonesia yang cukup skeptis. Setiap kali produksi baru film Indonesia muncul di layar lebar bioskop, saya biasanya buru-buru memandang sebelah mata. Apalagi ketika ada film luar yang keluar dalam rentang waktu bersamaan, film Indonesia cenderung saya nomer duakan.

Karena itulah, list film-film Indonesia yang saya tonton di bioskop cenderung sedikit. Dan bahkan sebagian besar malah menonton bukan karena keinginan sendiri, melainkan faktor eksternal seperti diajak teman ataupun karena ditraktir. Dan sialnya, kebanyakan berakhir mengecewakan dan membuat trauma. Akibatnya hingga sekarang, saya selalu berpikir berkali-kali hendak ke bioskop.

Adapun beberapa film yang beruntung saya tonton atas kemauan sendiri antara lain adalah sekuel film The Raid, Berandal. Selain karena memang filmnya sendiri sedemikian hype akibat edisi pertamanya, Berandal masuk dalam list layak tonton. Dan hasilnya, menurut saya sangat sesuai ekspektasi. Bahkan, meski beberapa teman saya tidak sepakat, saya menganggap sekuelnya ini jauh lebih seru ketimbang yang pertama. Yang kedua, adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Saya adalah penggemar berat Hamka. Dan ketika novel ini hendak difilimkan, jelas saya antusias, meski saya agak sedikit ragu, terutama kalau mengingat film Di Bawah Lindungan Ka'bah. Karena itulah, saya menimbang-nimbang sangat lama. Akibatnya saya baru menontonnya ketika versi ekstended (yang menurut saya kepanjangan) dikeluarkan beberapa bulan setelah versi awalnya keluar. Meski masih banyak kelemahan, namun menurut saya, TKVDW dibuat dengan cukup serius dan ambisius. Sehingga bisa dibilang, film tersebut tidaklah mengecewakan.

Sebenarnya banyak film-film Indonesia yang bagus. Punk in Love, Mamacake, Fiksi, Kapan Kawin hingga Tabula Rasa dan Mencari Hilal. Sayangnya, sebagian besar tak sempat saya saksikan di bioskop. Entah apa sebabnya, mungkin karena kurang promosi. Terakhir saya sedih sekali ketika melewatkan film Mencari Hilal, yang oleh salah satu review film sampai mengatakan bahwa ini adalah "film Indonesia yang langka." Sejak itulah saya berjanji, akan selalu mengecek benar-benar setiap film Indonesia yang sedang tayang di bioskop. 

Nah ketika film "3" ini naik layar, saya tidak benar-benar memperhatikan. Promo film ketika itu lebih banyak mengarahkan saya pada 3 Dara, Hotel Transylvania hingga The Martian yang memasang nama Matt Damon di dalamnya. 3? Hampir tidak saya begitu perhatikan.

Bersyukur tidak melewatkan film bagus ini...
(sumber gambar : premiermagz.com)
Ketika akhirnya melihat trailernya pun, saya tidak begitu tertarik. Sekilas hanya terlihat sebagai sebuah pengikut untuk kesuksesan The Raid. Maklum, pasca The Raid, trend film bahkan sinetron tonjok-tonjokan kembali menjamur. Di trailer juga memperlihatkan tema yang diangkat juga soal agama, termasuk terorisme. Saya termasuk bukan penggemar film dengan jualan isu kontroversial macam terorisme dan poligami. Terlebih ketika sang sutradara atau penulis cerita tak bisa menyampaikan "suaranya" dengan rapi dan halus. Karena itulah saya tidak pernah ngefans dengan Hanung Bramantyo ketika dia menggarap tema religi atau kisah-kisah Asma Nadia. Saya lebih suka cerita macam 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta, Rindu Kami Padamu, Mamacake atau yang terbaru Mencari Hilal. Film yang cenderung ringan, tidak mencoba menghakimi siapapun, namun menghadirkan pertanyaan-pertanyaan sekaligus perenungan.

Dari sisi cast-pun, tidak banyak yang sanggup mendorong saya untuk rela ke bioskop. Benar-benar diantara deretan nama terkenal di film ini, hanya Agus Kuncoro-lah yang boleh dibilang jadi favorit saya sebelumnya. Selebihnya, meski saya akui punya kualitas mumpuni namun tak ada yang jadi favorit saya. Keengganan saya menonton bertambah, kerena ketika beberapa blogger review film yang rutin saya ikuti belum juga mereview film tersebut. Bahkan hingga hari ini, diantara blog-blog tersebut baru satu yang sudah menuliskan review. 

Namun film ini sendiri bukan tanpa daya tarik. Anggy Umbara adalah daya tarik utama bagi saya untuk mempertimbangkan menontonnya. Sejak melewatkan Mamacake dari bioskop, saya berjanji akan menonton semua film karya Anggy di bioskop. Meski janji itu langsung saya ingkari dengan melewatkan Cowboy Junior the Movie, namun setelah itu Anggy tidak pernah mengecewakan saya. Selain itu, setting distopia Indonesia (Indonesia masa depan) dengan premis agama yang justru menjadi minoritas cukup membuat penasaran. Meski genre distopia memang sedang trend di dunia film, namun membayangkan sineas Indonesia yang bujet dan tekhnologinya terbatas mengangkat cerita macam ini jelas membuat saya ingin melihat seperti apa hasilnya. Sebenarnya, bukan dua hal itu yang akhirnya meyakinkan saya untuk ke bioskop, melainkan bahwa saya berpotensi tidak akan pernah menyaksikan film ini tayang di televisi karena adegan-adegan keras yang ada di dalamnya. Karena itulah, saya datang ke bioskop dengan ekspektasi yang tidak tinggi-tinggi amat, hanya berharap Anggy Umbara tidak akan mengecewakan saya.

Dan hasilnya justru Anggy memberikan kejutan untuk saya, hingga akhirnya saya merasa harus menulis review ini. Selain sebagai apresiasi, juga ajakan agar lebih banyak masyarakat Indonesia yang mau datang ke bioskop menyaksikannya. Jujur, ketika menyaksikan film ini, dalam hati saya terus saja marah-marah mengapa film ini tidak mendapat promosi yang cukup memadai. Semakin kesal mengingat saya sendiri juga hampir saja melewatkannya. Sekedar informasi, film ini saya tonton dua hari yang lalu. Dan ketika tulisan ini saya buat, film "3" sudah hilang dari layar bioskop kota saya (cuma kebagian layar 7 hari). Sungguh menyedihkan.

3: Alif Lam Mim, bercerita tentang Indonesia tahun 2036. Ketika itu revolusi telah merubah segalanya. Agama menjadi sesuatu yang asing dan dimusuhi. Perdamaian diagungkan. HAM ditegakkan, sehingga penggunaan senjata dengan peluru tajam ilegal dan tidak dibenarkan bahkan pada aparat sekalipun. Tiga sahabat yang tumbuh dari pesantren dan memiliki kemampuan martial art yang nyaris sama kuatnya, memilih jalan yang berbeda. Alif (Cornelio Sunny) seorang polisi yang lurus dan penuh idealisme, Lam (Abimana Aryasatya) menjadi seorang wartawan investigasi, serta Mim (Agus Kuncoro) yang memilih tetap di pondok dan mendalami agama.

Cerita kemudian bertolak ketika terjadi sebuah ledakan di kafe yang kemudian tuduhannya diarahkan kepada pesantren tempat Mim berada. Akibatnya Alif dan Mim terpaksa berdiri dalam dua kubu yang saling berhadapan. Sementara Lam yang seolah berada ditengah antara dua sahabatnya itu terus menjadi penyeimbang, dan bahkan menjadi penggerak utama cerita hingga sampai pada titik klimaks bagi masing-masing karakter utama. Pace-nya pun terjaga bahkan hingga akhir dengan rangkaian twist yang berlapis-lapis. Mungkin saja ada plot hole di dalamnya, tapi jarang film Indonesia yang hadirkan cerita dan skrip serapi ini.

Kelemahan sebagian besar film Indonesia selama ini adalah pada skenario dan cerita. Dan film ini berhasil keluar dari stigma tersebut. Plot dan cerita yang terbangun dalam film ini terasa begitu mengalir dan mulus. Skenario keroyokan Umbara bersaudara itu terbukti berjalan dengan memuaskan. Beberapa bagian masih terasa kurang meyakinkan, namun tidak sampai mengganggu. Setidaknya hal tersebut mampu tertutupi oleh kelebihan-kelebihan film ini yang lainnya.

Sebagai film action, Anggi menghadirkan koreografi dengan mengambil dari seni bela diri pencak silat. Cukup memuaskan sebenarnya, namun efek slow motion (yang memang jadi ciri khas Anggi) terasa agak berlebihan. Dramatisasi mungkin perlu, namun terasa aneh jika terlalu banyak. Film ini rasanya perlu aksi baku hantam yang lebih real. Slow motion diperlukan sesekali untuk penegasan aksi tertentu, namun di film ini Anggi memberikan porsi untuk itu terlalu berlebihan.

Untuk jajaran akting sendiri tampil sangat prima. Abimana Aryasatya adalah bintang yang paling terang, setidaknya sampai dua pertiga bagian film. Cornelio Sunny pun tampil lugas dalam peran perdananya di layar lebar, dan Agus Kuncoro tetap tampil dalam kualitas ia yang biasanya, walaupun menurut saya pribadi harusnya porsi penceritaan karakter Mim bisa lebih dalam lagi.

Untuk karakter pendukungpun nyaris semua tampil kuat. Meski menghadirkan banyak tokoh dan karakter, namun semua berhasil hadir dalam porsi yang pas dan tidak tumpang tindih. T. Rifnu Wikana, Donny Alamsyah, Piet Pagau, Verdi Solaiman hingga aktor cilik Bima Azriel tak sekedar hadir sebagai tempelan, melainkan justru memperkuat cerita dan penokohan para karakter utama. Terlebih pula dua pemeran wanita, Prisa Nasution dan Tika Bravani yang memberikan warna luar biasa untuk karakternya masing-masing. Kredit khusus bisa ditujukan kepada Tika yang mampu tampil sebagai istri yang mungkin jadi idaman setiap pria.

Meski hanya hadir dalam jumlah scene yang sedikit (bahkan sama sekali tak muncul dalam trailer kecuali suaranya), Tanta Ginting sukses memberi kejutan dan mencuri perhatian. Sebelum film ini, saya bahkan tak tau siapa dia dan film apa yang pernah dibintanginya selain 3 Dara. Namun peran singkatnya di film ini benar-benar mencuri perhatian saya dan membuat ia nampaknya bakal masuk dalam list aktor favorit saya. Dan Rio Dewanto yang cuma muncul sekilas memberi harapan bahwa film ini hadir untuk jadi sebuah franchise. Sebuah rencana yang ambisius dari sang kreator dan sang produser Arie K. Untung (Ya, memang Arie Untung yang itu!).
Penggambaran Indonesia masa depan yang menarik...
(sumber gambar : bintang.com)

Tapi tetap saja film ini tidak sempurna. Efek CGI untuk set dan beberapa adegan tampak kasar. Salah satunya pada adegan ledakan. Begitupun efek untuk penggambaran eksterior Jakarta 2036 yang cukup lumayan meski masih banyak kekurangan di sana-sini. Dan hal ini tertutupi dengan tampilnya penggambaran tekhnologi yang mungkin akan ada pada tahun-tahun tersebut yang menurut saya cukup bisa dinikmati.

Adegan actionnya pun, seperti yang sudah saya jabarkan sebelumnya masih memiliki kekurangan. Terutama buat orang-orang seperti saya yang menganggap gaya tarung model Matrix itu sudah terlalu kuno. Namun untungnya, saya adalah tipe penonton yang mengagungkan cerita yang baik, dan film ini memenuhi syarat untuk itu. Dan terakhir, saya tak terlalu paham soal-soal tekhnis, yang pasti ketika akhirnya saya keluar bioskop saya merasa bersyukur berkesempatan menonton film ini. Saya berharap akan meralat ini, tapi mungkin ini adalah film terbaik saya untuk 2015 ini.

Sayangnya, film ini tampaknya tidak mendapatkan sambutan sebaik kualitas filmnya. Entah apakah yang salah, promosi yang kurang, momen yang tidak tepat, atau trailernya yang tidak maksimal (saya nyaris tidak jadi nonton waktu mengambil kesimpulan cuma dari trailernya). Bukan bermaksud membandingkan, tapi di kota saya saja misalnya, 3 Dara yang rilis duluan bahkan sampai hari ini masih diputarkan. Film ini seharusnya layak untuk dapat lebih. Tapi begitulah, industri film kita memang kejam.

Tapi paling tidak, film ini memberikan harapan bahwa dunia perfilman Indonesia masih ada harapan. Nama-nama segar macam Anggi Umbara, Mo Brother, Ismail Basbeth Ataupun Adriyanto Dewo, punya potensi untuk menjadi bintang yang sama cemerlangnya bahkan lebih dari senior-senior mereka macam Joko Anwar, Mira Lesmana, Riri Reza atau para sineas lainnya dalam angkatan yang lebih tua. Sebab memang industri film kita saat ini butuh para sineas yang punya nyali untuk bereksplorasi dan mencoba terobosan-terobosan baru. Saat ini kita butuh itu, untuk mendewasakan para penonton kita sendiri.

Khusus untuk Anggi Umbara, kabarnya dia didapuk menjadi penggarap film yang akan diangkat dari salah satu novel laris Indonesia "Bumi Manusia" karya Pramoedya Ananta Toer. Tentu tampak sebuah tantangan yang menarik meski saya sendiri ragu karena setahu saya Anggi belum pernah membuat film yang diadaptasi dari novel. Saya berharap filmnya tidak mengecewakan karena buku tersebut adala buku favorit saya. Paling tidak saya berjanji akan menontonnya dibioskop. Kita tunggu saja nanti.

Senin, 05 Oktober 2015

SOLO TRAVELER, WHY NOT?

Doyan traveling?

Saya rasa tidak ada yang tidak menyukai menjadi seorang traveler. Karena secara naluriah manusia itu menyukai hal-hal baru dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Dan menjadi traveler adalah salah satu cara memenuhi dua naluri dasar manusia tersebut.

Hanya saja tidak semua orang bisa bebas melakukan jalan-jalan sesuka hatinya. Ada banyak faktor yang sering kali menjadi penghambatnya. Mulai dari biaya, waktu, usia, sampai bahkan ketakutan-ketakutan yang sebenarnya belum terjadi. Sering teman yang diajak melakukan perjalanan ke luar kota lebih dulu menanyakan "nanti makan apa di sana?" atau "nanti nginapnya dimana?" Padahal dengan teknologi informasi yang serba canggih seperti sekarang ketakutan-ketakutan konyol semacam ini harusnya bisa dijawab dan diatasi.

Buat mereka yang punya jam terbang tinggi di dunia traveling, jalan-jalan sendirian ke sebuah tempat baru mungkin sesuatu yang biasa-biasa saja. Namun untuk orang-orang seperti saya yang jarang traveling dan cuma bisa jalan-jalan ketika diizinkan cuti oleh kantor, pergi ke sebuah tempat baru seorang diri mungkin bukan suatu pilihan yang populer.

Meski begitu, buat mereka yang menyukai tantangan dan mengagungkan kebebasan, solo traveling bisa jadi sesuatu yang menyenangkan. Tapi kan sepi kalau jalan sendirian? Bisa jadi juga, tapi bisa jadi juga nggak. Untuk berwisata ke daerah-daerah perkotaan, menjadi solo traveler menurut saya adalah pilihan yang tepat. Kemudahan akses informasi, keamanan, dan sarana yang lengkap di daerah perkotaan, saya rasa tidak akan membuat kita yang jalan sendirian bakal tersesat. Berikut beberapa hal yang bisa menggambarkan apa yang akan kamu dapatkan ketika melakukan solo traveling.

Tidak perlu menunggu siapa-siapa untuk liburan

Yang paling menguntungkan menjadi seorang solo traveler adalah kita tidak perlu menunggu siapa-siapa untuk melakukan perjalanan. Menjadi solo traveler adalah tentang diri kita sendiri. Begitu kita ada waktu senggang, kita bisa langsung memulai perjalanan.


Solo traveling itu tentang kita dan diri kita sendiri...
(sumber gambar: gbtimes.com)
Perkara waktu ini jangan dianggap sebagai sesuatu yang sepele. Banyak yang tidak jadi berpergian bersama teman-temannya karena tidak berhasil menemukan kesamaan waktu senggang. Terlebih untuk mereka yang sudah berkerja dan terikat dengan jadwal serta target dalam perkerjaan.

Maka kemewahan terbesar seorang solo traveler adalah kebebasan menentukan kapan hendak pergi tanpa harus menunggu atau menyamakan jadwal cuti dengan orang. Bahkan memaksimalkan akhir pekan yang singkat itu dengan traveling pun tidak akan menjadi persoalan.

Bebas menentukan tujuan dan jadwal

Setiap orang yang bertraveling punya preferensi tempat tujuan yang berbeda-beda. Begitupun kesenangannya, ada yang doyan belanja, ada juga yang mementingkan kuliner, atau ada yang fokus pada wisata budaya. Nah, dengan segala macam perbedaan ini ketika kita melakukan traveling bersama, harus ada yang mengalah.

Traveling bersama berarti kita harus siap menekan ego masing-masing. Kita harus belajar berkompromi dengan rekan traveling, entah soal tujuan, jadwal, ongkos, bahkan apa saja. Hal ini semata-mata agar kegiatan traveling menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi tiap orang.

Nah, hal-hal tersebut tidak akan kita temui apabila kita melakukan solo traveler. Kita akan bebas menentukan segala sesuatunya seorang diri tanpa perlu memperhatikan pertimbangan orang lain. Mau belanja, makan atau sekedar mencoba mengunjungi tempat-tempat baru, ya silahkan-silahkan saja. Bahkan untuk ikut wisata ekstrem sekalipun, selama kita suka, nggak ada yang jadi penghalang. Selain itu, soal belanja kita bisa bebas mau hemat ataupun boros. Soalnya maklum, kalau bareng teman biasanya kita nggak bisa jor-joran soalnya harus mempertimbangkan teman kita juga kan?

Selain itu, dengan menjadi solo traveler, kita yang impulsif dan suka berubah-rubah rencana bisa bebas. Tiba-tiba kepengen ke sana atau ke sini, ya terserah saja.

Tidak ada drama dan hidup lebih fleksibel

Solo treveling akan membebaskan kita dari kemungkinan hadirnya friksi antara kita dan teman perjalanan kita. Bayangkan, jika kita berantem dengan teman seperjalanan, pasti bakalan bikin bete. Mood menghilang dan akhirnya segala rencana perjalanan kita bisa berantakan.

Selain itu, menjadi solo traveling bakal bikin kita jadi lebih fleksibel. Kadang kalau bareng teman, kita rada ragu soal banyak hal, entah itu penginapan atau makanan. Sebabnya karena kita takut pilihan kita nggak sesuai dan nggak disetujui oleh teman seperjalanan kita. Namun dengan bersolo traveling, kita bahkan bisa lebih fleksibel soal segala hal. Mau nginep di hotel, hostel, atau bahkan nyobain menggelandang sekalipun, bebas-bebas saja. Makan juga terserah kita mau yang di restoran mahal ataupun sekedar street food yang murah meriah.

Tidak ada yang motoin

Untuk traveler baik yang senior maupun yang pemula, dokumentasi adalah hal wajib dalam setiap perjalanan. Tanpa foto rasanya akan ada yang kurang. Bukan sekedar sebagai bukti bahwa kita pernah ke tempat-tempat tersebut, namun juga rekaman kenangan dari pengalaman-pengalaman perjalanan kita.

Nah memfoto adalah hal yang jadi kendala ketika kita melakukan solo traveling. Terutama buat mereka yang nggak doyan selfie. Karena kita sendirian, tidak ada yang akan memotretkan kita bersama objek yang ingin kita ajak berfoto. Akibatnya kita cuma bisa memotret pemandangan-pemandangan di tempat yang kita kunjungi tersebut tanpa kita sendiri bisa ikut masuk kedalam foto. Bisa-bisa ntar kita dibilangin cuma comot gambar dari internet.


Solo traveler biasanya cuma bisa motoin kaki...
(sumber gambar : dokumen pribadi)

Sebenarnya ini bisa disiasati dengan minta bantuan orang-orang untuk memfotokan. Tapi kalau tiap kali mau foto musti minta tolong orang lain dulu, apa nggak ribet? Apalagi di beberapa tempat wisata ada saja yang menawarkan jasa meotret. Hanya saja, namanya jasa berarti ada harga yang harus dibayarkan untuk perkerjaan mudah seperti itu.

Kalau yang pemalu bisa sesat di jalan

Ada pepatah yang bilang "Malu bertanya, sesat di jalan." Buat para pemalu, jadi solo traveling mungkin bisa jadi mimpi buruk. Karena maklum saja, jika kita kepengen jalan-jalan ke tempat wisata yang belum pernah kita kunjungi, terus kita malu buat tanya-tanya entah alamat ataupun petunjuk arah, bisa-bisa kita bakalan tersesat.

Sekarang memang sudah ada GPS yang sangat memudahkan soal pencarian arah. Tapi komunikasi yang baik adalah susuatu yang tetap dibutuhkan. Ia bisa digunakan untuk macam-macam, menawar barang, bertanya alamat, mencari angkot, dan lain-lain. Kalau kita kebanyakan rasa malu tidak pada tempatnya dan enggan bertanya ketika bersolo traveling, bisa jadi banyak kerugian entah itu waktu, uang atau apapun.

Nah itu di dalam negeri, di luar neger jauh lebih sulit lagi. Meski kita gape berbahasa Inggris, tak berarti masalah beres. Banyak negara yang masih menggunakan bahasa mereka sendiri bahkan juga aksaranya sendiri. Nah di tempat-tempat seperti begini, kita bakal diharuskan lebih banyak bertanya. Nah, jadi sebelum bersolo traveling, siapkan mental kita untuk banyak bertanya pada orang asing. 

Kemandirian diuji dan bersiaplah berkenalan dengan orang-orang baru

Pada akhirnya, semua kemungkinan yang terjadi ketika bersolo traveling akan membuat kemadirian kita diuji. Kita harus siap untuk memecahkan masalah dan tantangan yang dihadapi selama perjalanan seorang diri. Kita juga dituntut untuk siap membuat keputusan dan tentu saja mempertanggung jawabkan konsekuensi dari keputusan tersebut.

Dan yang menurut saya paling menyenangkan adalah, bersolo treveling membuka peluang kita untuk berkenalan dengan banyak orang-orang baru. Nggak lucukan jika sepanjang perjalanan yang jadi teman kita cuma smartphone aja. Ngobrolnya pun cuma di aplikasi chating dan dengan orang-orang yang justru ada jauh entah di mana. Lihatlah orang disekitar kita. Ajaklah mereka ngobrol dan bicara. Barangkali kita akan menemukan banyak kejutan dan cerita luar biasa.

Kamis, 01 Oktober 2015

MAMOGRAFI DAN DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA

Kanker payudara bisa jadi merupakan salah satu momok bagi kaum wanita saat ini. Bagaimana tidak, penyakit satu ini adalah penyebab kedua terbanyak kematian pada wanita. Berdasarkan laporan dari cancer.org, di tahun 2007 telah ada 178.000 kasus kanker payudara baru dan lebih dari 40.000 wanita meninggal oleh karenanya.

Kesalahan yang sering membuat angka fatalitas kanker payudara menjadi tinggi adalah terlambatnya pendeteksian dini penyakit tersebut. Beberapa pasien biasanya tidak memperhatikan tanda-tanda awal dari penyakit ini dan membiarkannya. Hingga kemudian baru mendapat penanganan ketika kanker sudah memasuki tahapan lanjut.

Setiap wanita memiliki resiko kanker payudara. Untuk wanita berusia di atas empat puluh mempunyai kecenderungan resiko yang lebih tinggi, karena itulah tingkat kewaspadaan ketika memasuki usia tersebut harus lebih diperhatikan.

Menurut dr. Hygiena Kumala Sari, dokter dari Rumah Sakit Mitra Medika Pontianak, kesadaran kaum wanita untuk memeriksakan dirinya dari kanker payudara harus semakin ditumbuhkan. Salah satu metode yang sering dipakai untuk deteksi kanker payudara adalah dengan Mamografi.


Bersama dr. Hygiena Kumala Sari (paling kiri) atau biasa disapa dr. Cici
Mamografi adalah proses pemeriksaan payudara manusia menggunakan sinar-X dosis rendah (umumnya berkisar 0,7 mSv). Mamografi ini digunakan untuk melihat beberapa jenis tumor atau kista dan telah terbukti mampu mengurangi mortalitas akibat kanker payudara. Disebutkan oleh dr. Hygiena yang biasa disapa dr. Cici, bahwa perempuan yang melakukan mammogram secara rutin, ternyata menurunkan resiko kematian akibat kanker payudara menjadi 50%.

Seberapa rutinkah pemeriksaan mamografi ini harusnya dilakukan?

Idealnya, untuk wanita dalam rentang usia 20 – 40 tahun, mamografi dapat dilakukan setiap 3 tahun sekali. Namun untuk wanita berusia di atas 40 tahun, maka intensitas pemeriksaan harus ditingkatkan menjadi setahun sekali. Untuk di Pontianak sendiri, pemeriksaan dengan metode Mamografi dapat dilakukan di Rumah Sakit Mitra Medika Pontianak.

Namun, meski Mamografi jauh lebih akurat, namun ada juga cara sederhana untuk mendeteksi kanker payudara secara manual. Tentu saja cara ini akan jauh lebih mudah dan murah namun efektif sebagai upaya deteksi dini. Metodi ini dinamakan SADARI atau pemeriksaan payudara sendiri. Dr. Cici menjelaskan bagaimana SADARI ini dilakukan dan bisa dilaksanakan sendiri oleh semua perempuan dengan cara sebagai berikut:

  1. Berdiri di depan cermin dengan lengan menjuntai ke bawah. Perhatikan apakah ada benjolan atau perubahan bentuk dan ukuran payudara.
  2. Angkat kedua tangan sampai berada di belakang kepala, ulangi pemeriksaan di sisi samping tubuh.
  3. Tekan kuat-kuat tangan di pinggul dan gerakkan lengan serta siku ke depan sambil mengangkat bahu. 
  4. Gerakan ini akan menegangkan otot payudara dan membuat benjolan lebih mudah terlihat.
  5. Angkat lengan kiri dan raba payudara dengan telunjuk, jari tengah, dan jari manis tangan kanan anda. 
  6. Lakukan gerakan memutar, ke atas bawah, atau gerakan dari tengah keluar untuk mendeteksi adanya benjolan.
  7. Pencet pelan-pelan puting payudara, perhatikan apakah keluar cairan yang tidak normal.
  8. Berbaring dengan tangan kiri di bawah kepala. Letakkan bantal kecil di bawah bahu kanan. Raba seluruh permukaan payudara kiri dengan gerakan memutar, dari tengah kelur, atau atas bawah. Ulangi cara yang sama untuk memeriksa payudara kanan.
  9. Perhatikan bagian atas payudara yang berada di dekat ketiak karena di situlah banyak ditemukan tumor payudara.


Jika kemudian ditemukan tanda-tanda atau adanya perubahan pada payudara, segeralah konsultasikan ke dokter dan lakukan mamografi untuk pemeriksaan yang lebih akurat.

Sebagai informasi tambahan, dr. Cici juga menyampaikan bahwa proses menyusui yang dilakukan seorang ibu terhadap anaknya juga akan menurunkan resiko kanker payudara. Karena itulah pemberian ASI juga sangat dianjurkan dilakukan oleh setiap ibu. Selain itu, meski umumnya terjadi pada wanita, namun bukan berarti kaum pria terbebas dari ancaman kanker payudara. Berdasarkan data tahun 2007, telah ada lebih dari 2.000 pria yang terdiagnosa kanker payudara dan hampir 450 orang pria meninggal karenanya. Terlebih lagi deteksi kanker payudara pada pria jarang sekali dilakukan, akibatnya pria sering terdeteksi dalam stadium yang lebih berat sehingga tingkat keselamatannya seringkali lebih kecil.

RS Mitra Medika Pontianak, salah satu RS yang menyediakan mamografi
(sumber gambar: mitramedikahealthcare.com)
Untuk informasi lebih lanjut bisa datang ke:
RS Mitra Medika Pontianak, Jl. Sultan Syarif Abdurrahman Pontianak No. 25 Pontianak, Indonesia. Telp: 0561 - 584-888

Rabu, 30 September 2015

KRITIK SOSIAL HAMKA LEWAT KARYA-KARYANYA

Sebagian orang mungkin menilai seni hanya sebagai sebuah karya estetika semata yang cuma bicara soal keindahan. Namun sejatinya, seni bisa lebih dari itu. Seni seringkali bisa tampil sebagai senjata yang tidak kalah tajamnya dibandingkan dengan senjata yang sesungguhnya.

Karena itulah misalnya, dalam berbagai gerakan revolusi, seni seringkali menjadi ujung tombak. Di era revolusi Indonesia menuju kemerdekaan, kita punya angkatan 45 yang karya-karyanya begitu kental dengan semangat perjuangan. Memasuki medio 60-an, PKI faham benar dengan ini, karena itulah mereka sampai membentuk LEKRA yang kemudian berkat propaganda Orde Baru sangat terkenal dengan lagu Genjer-genjer-nya. Bahkan menjelang reformasi, Wiji Thukul dengan puisi-puisinya menjadi salah satu orang yang dianggap berbahaya dan perlu untuk dihilangkan.

Sebuah karya sastra yang baik harus mampu menangkap semangat zamannya. Karena itulah, tidak jarang sastra adalah cara yang tepat untuk menyampaikan kritik-kritik sosial terhadap ketidakadilan, pendobrakan terhadap kekolotan serta menyuarakan tuntutan revolusi.

Beberapa hari ini saya baru menyelesaikan membaca salah satu karya dari negarawan, ulama sekaligus sastrawan brilian yang pernah dimiliki negeri ini, Buya HAMKA. Merantau ke Deli adalah karya ketiga setelah Di Bawah Lindungan Ka’Bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wiijck. Masih mengangkat tentang kisah romansa yang mengharu biru, Merantau ke Deli lebih menyasar konflik hubungan yang lebih dewasa yaitu rumah tangga.

Haji Abdul Malik Karim Amrullah, salah satu sastrawan, negarawan dan juga ulama
(sumber gambar: wikipedia)
Namun jika ditanyakan kepada saya, apa sebenarnya yang ingin disampaikan Buya Hamka dari ketiga karyanya yang telah saya baca ini, jawaban saya hanya satu, “Hamka (yang notabene adalah orang minang) sedang protes terhadap hukum adat istiadat minang.” Adat-istiadat Minangkabau yang matrilineal dengan segala tetek bengeknya adalah salah satu fokus kritikan utama Hamka, yang dibeberapa karyanya tersebut digambarkan sebagai penyebab terpisahnya tokoh-tokoh utama yang sebenarnya saling mencintai.

Protes ini terasa kental sekali dalam misalnya Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli yang mana kisah cinta utamanya adalah tentang dua karakter yang berbeda suku. Yang satu orang Minangkabau asli dan yang satu adalah orang yang berasal dari suku lain. Uniknya, kedua novel itu memberikan kita gambaran bagaimana dampak dari sistem adat Minangkabau yang matrilineal itu berlaku baik pada kaum perempuan maupun laki-laki. Di TKVDW, Hayati yang orang minang, sementara Zainuddin, yang orang minang-makasar tak dianggap bersuku minang. Sementara di  MKD, Leman-lah yang orang Minangkabau, sementara istrinya Poniyem adalah orang Jawa. Digambarkan pada kedua kisah itu, bagaimana adat minang yang kaku itu membuat tokohnya mengalami kemalangan.

Saya tidak ingin ikut menghakimi adat Minangkabau yang saya sendiri tidak begitu tahu bagaimana bentuknya. Lagipun saya yakin, Hamka menangkap wajah zaman itu dimana untuk hari ini mungkin telah banyak terjadi perubahan dalam adat-istiadat tersebut. Namun kalau kita melihat karya-karya Hamka ini, bolehlah kita bersetuju bahwa adat-istiadat yang berlaku saat itu kerap kali merugikan dan dianggap tidak tepat.

Hamka seolah ingin menegaskan bahwa adat-istiadat yang berlaku di ranah Minang kala itu lebih banyak karena pertimbangan harta. Hamka yang juga seorang ulama mungkin hendak pula mengkritik kebiasaan adat tersebut yang  ia anggap tidak sesuai ajaran Islam. Padahal sudah umum tersebut bahwa di tanah minang, Adat bersendi syara’, dan syara’ bersendi kitabullah.


Konon MKD adalah karyanya yang dianggap terbaik oleh HAMKA sendiri
(Sumber gambar: koleksi pribadi)
Juga kerasnya kritik Hamka adalah perasaan bangga diri orang Minangkabau dengan kesukuannya. Hal ini tampak jelas dalam kalimat, tiada beradat, bersuku, berlembaga, berkaum kerabat, berninik-mamak yang terus diulang-ulang yang dirujukkan pada tokoh-tokoh yang tak bersuku Minang. Bahkan dalam MKD, tokoh Poniyem yang secara budi bahasa, kelakuan dan perangai disukai oleh semua kerabat suaminya, namun tetap saja dipandang rendah hanya terkarena mereka bukan “orang awak”. Hanya orang minang yang dianggap bersuku berlembaga, sementara orang luar tidak.

Hamka juga menggambarkan perangai orang Minang yang tidak pula selalu baik. Misalnya Aziz pada TKVDW dan Mariatun dalam MKD. Seolah Hamka ingin menegaskan bahwa dengan menjadi orang minang tidak membuat seseorang menjadi lebih baik. Selain itu dalam kedua novel itu juga dimunculkan tokoh yang orang Minangkabau asli namun tidak merasa menurutkan adat itu adalah sebuah keharusan. Hal ini bisa dilihat pada karakter Muluk dan Bagindo Kayo yang keduanya menjadi teman diskusi bagi si tokoh utama. Kedua tokoh ini seolah menjadi wakil Hamka untuk “berbica” di dalam novelnya. 

Khusus untuk MKD, kita juga mungkin akan dapat menyimpulkan bagaimana pandangan-pandangan Hamka soal poligami. Hamka, meski dalam banyak kesempatan mengaku tak keberatan dengan praktik poligami, namun dalam novel ini ia bisa menggambarkan dengan jelas bagaimana beratnya praktik tersebut dari sisi perempuan. Setidaknya hal ini akan membuka cakrawala baru bagi kita untuk mengenal lebih dalam lagi tentang sosok Hamka.

Pada akhirnya kedua novel Hamka ini adalah cara Hamka untuk bicara terhadap perlakuan adat kaumnya pada zaman itu. Dan sebenarnya Hamka tidak sendirian. Banyak penulis-penulis yang menyampaikan "sesuatu" melalui karya-karya mereka.

Pramoedaya Ananta Toer misalnya dengan novelnya yang paling populer Bumi Manusia yang secara tidak langsung sedang ingin mendobrak pemikiran-pemikiran feodalisme masyarakat Jawa pada masa itu serta menyampaikan pesan bahwa setiap orang bisa mengubah nasibnya.  Ataupun seperti novel Max Havelaar karya Multatuli, penulis kenamaan asal Belanda yang memberikan gambaran secara jelas bagaimana penderitaan hidup sebagai bangsa terjajah yang dialami bangsa Indonesia di era Hindia Belanda.


Max Havelaar, salah satu novel yang penting untuk sejarah Indonesia.
(Sumber gambar: dokumentasi pribadi)
Tapi bagaimanapun, menurut saya sastra tetap adalah sebuah karya seni. Sebagai sebuah karya seni, sisi keindahan dan estetika tetap harus diperhatikan. Jangan sampai karya sastra berubah menjadi sekumpulan khotbah yang membosankan. Sastra tetap harus hadir sebagai sastra. Segala pesan moral, kritik sosial atau apapun yang ingin disampaikan oleh pengarang haruslah tersampaikan secara halus. 

Karena itulah, sastra yang baik adalah karya sastra yang mampu memberikan pemahaman, pencerahan dan pemikiran yang baru bagi mereka yang telah usai membacanya, namun di sisi lain tidak merasa sedang diceramahi dengan segepok ajaran-ajaran yang terkesan seperti dogma.

Dan menurut saya Hamka berhasil melakukan itu dalam karya-karyanya. Begitupun Pram dan Multatuli.
Copyright © 2014 SANTOSA-IS-ME