Sabtu, 08 Oktober 2016

MEMBEDAH AKAR KONFLIK SUNNI DAN SYIAH

Siapa bilang menjadi pembaca ulung itu mudah. Nyatanya mungkin tidak banyak yang bisa menghabiskan waktu menyantap tuntas sebuah buku di sebagian besar waktunya. Mungkin banyak yang bertekad untuk bisa menghabiskan sekian banyak buku dalam suatu waktu, namun seperti halnya mengupdate blog, tidak semua orang bisa melakukannya. Termasuk saya. Hanya saja, bagi saya meski tidak secepat beberapa orang yang saya kenal, saya merasa tidak bisa dilepaskan dari aktivitas membaca.

Saat menulis postingan kali ini, saya terjebak dalam situasi kartu perpustakaan yang ternyata telah habis masa berlakunya. Dan ternyata, proses memperpanjangnya tidak semudah yang dibayangkan. Butuh waktu dan butuh sedikit berdamai dengan panjangnya birokrasi, padahal saya termasuk orang yang paling malas berurusan dengan birokrasi. Karenanya saya yakin butuh waktu yang cukup panjang untuk menyelesaikan proses ini. Bukan karena apa-apa, lebih ke rasa malas tadi.

Karenanya saya terpaksa membuka kembali tumpukan buku-buku yang sudah lama dibeli namun nyatanya belum pernah dibaca. Ini kebiasaan buruk saya, membeli terus tidak langsung membacanya. Bukan apa-apa, biasanya saya lebih mendahulukan menyelesaikan baca buku pinjaman ketimbang buku yang dibeli. Pikirnya, buku yang dibeli kan santai bacanya, sementara pinjaman musti dikembalikan segera. Akibatnya setelah saya periksa ternyata jumlah buku yang belum saya baca lumayan banyak.

Sebenarnya dalam list "Sedang dibaca" saya di Goodreads, masih ada beberapa buku yang belum tuntas: dua novel Tere Liya, sebuah novel teenlit lama, dan sebuah karya absurd Sujiwo Tedjo yang tak juga kunjung selesai saya baca. Tapi entah kenapa saya malah akhirnya ingin membaca buku lainnya. Sebuah buku lama yang dulu hanya sempat terbaca seperempat. Kebetulan momen saat ini tepat sekali.

Momen yang saya maksud adalah hari Asyura yang diperingati setiap 10 muharam pada tiap tahun kalender hijriyah. Konon hari tersebut, cucu Rasulullah SAW, Husein RA terbunuh di Karbala. Sejak saat itulah sunni dan syiah akhirnya mulai berseteru hingga kini. Karenanya saya pikir, di momen ini membaca buku berjudul "Wajah Politik Muawiyah bin Abu Sufyan, Mengurai Sejarah Konflik Sunni-Syiah" karya Hepi Andi Bastoni rasanya tepat sekali. Ketimbang asyik saling tuding dan hujat, mending mencoba belajar sejarahnya.

Muawiyah bin Abu Sufyan RA, yang menjadi kisah utama dari buku ini adalah salah seorang sahabat Rasulullah. Namun bagi sebagian orang ia dianggap kontroversial. Ia dituding sebagai sosok yang mengakhiri kepemimpinan Ali bin Abi Thalib RA. Di sisi lain ia juga dianggap sebagai seorang yang salih dan cerdik, serta berjasa menyatukan umat Islam dari perpecahan. Selalu ada dua sisi dalam memandang sejarah, tergantung dari sudut mana kita berdiri. Tapi mengenali sosok yang merupakan "mata badai" dari perseteruan sunni-syiah ini rasanya tidak ada salahnya. Toh tidak ada ruginya belajar sejarah, karena sejarah adalah cermin, tempat untuk menilai kekurangan diri.

Buku-buku sejarah selalu menarik untuk dibaca, ini salah satunya
(sumber gambar : dok pribadi)
Jadi, selamat hari asyura, selamat saling memahami. Sebelum saling benci, saling tuding, apalagi saling bunuh, mari kita baca buku dulu banyak-banyak. Salah satunya buku ini: Wajah Politik Muawiyah bin Abu Sufyan, Mengurai Sejarah Konflik Sunni-Syiah." Dan jangan lupa puasa sunah juga ya ntar...

0 comments:

Posting Komentar

Copyright © 2014 SANTOSA-IS-ME