MENELUSURI INDAHNYA SISA-SISA BATAVIA
Tidak banyak tempat yang ingin saya kunjungi ketika ke Jakarta. Saya yang terbiasa hidup di sebuah kota kecil yang tenang dan lambat merasa Ibu kota tersebut bukan tempat yang cukup nyaman untuk ditinggali. Karenanya sebelum-sebelumnya saya hanya datang ke sana untuk kepentingan perkerjaan tanpa rencana berplesiran sama sekali. Jikapun ada, hanya mengikuti rencana yang telah disusun oleh teman seperjalanan.
Namun jika dipaksa harus menyebutkannya, maka kota tua pastilah akan jadi salah satunya. Karena itulah, tatkala kemarin hari saya berkesempatan ber-solo travel ke Jakarta, kota tua menjadi salah satu tujuan yang paling ingin saya datangi.
Bermodalkan GPS dan informasi dari internet, saya berjalan sendirian menuju situs wisata resmi kota Jakarta tersebut. Akses menuju Kota Tua sendiri sangat mudah. Ada banyak pilihan yang bisa digunakan. Taksi adalah yang paling mudah tentu saja, tapi dengan biaya yang lumayan bikin sesak kantong, terlebih lagi kalau jalannya sendirian. Alternatif lain yang cukup murah adalah bus Trans-Jakarta alias Busway. Salah satu perhentian atau halte trans-Jakarta berada tepat di depan kawasan kota Tua. Dengan biaya kurang dari sepuluh ribu rupiah dari koridor manapun, menggunakan Busway adalah alternatif favorit yang layak untuk dipilih. Menggunakan KRL juga memungkinkan yaitu dengan berhenti di Stasiun Jakarta Kota. Dari sana sudah cukup dekat untuk berjalan kaki menuju kawasan kota tua. Saya sendiri memilih menggunakan jasa ojek online yang sedang booming saat itu.
Saat tiba di kawasan kota tua jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Jalanan di sekitar kawasan kota tua lumayan macet karena ramainya arus lalu lintas dari dan menuju ke kota tua. Saya baru ingat bahwa hari itu hari Sabtu dan si supir ojek saya mengingatkan bahwa kawasan kota tua selalu ramai jika akhir pekan seperti itu. Tidak tahan macet, saya akhirnya memutuskan turun dan memilih berjalan kaki menuju tempat yang saya tuju.
Ondel-ondel yang jadi ciri khas budaya betawi dan museum Fatahillah... (sumber: dok. pribadi) |
Museum Fatahillah menjadi bangunan utama di kompleks kota tua Jakarta. Di depannya, terdapat sebuah lapangan luas yang disebut sebagai Taman Fatahillah. Karena saya mengunjungi taman ini pada sabtu sore, tidak heran taman ini dipenuhi oleh muda-mudi kota Jakarta yang hendak menghabiskan malam minggu di sana. Sayangnya museum Fatahillah hanya buka hingga pukul 3 sore. Karena itu jika ingin masuk, kita harus datang lebih awal.
Di sekeliling taman Fatahillah juga terdapat banyak bangunan peninggalan jaman Belanda lainnya. Beberapa difungsikan sebagai museum, seperti museum wayang serta museum seni rupa dan keramik. Yang menarik adalah gedung kantor Pos yang berdiri tepat di seberang gedung museum Fatahillah. Konon kabarnya, itu adalah kantor Pos tertua di kota Jakarta yang sudah berdiri semenjak dari zaman Belanda dan masih beroperasi hingga hari ini.
Bangunan-bangunan tua ini masih digunakan hingga kini...
(sumber: dok. pribadi)
|
Lelah berjalan-jalan menyusuri kota tua, kita bisa singgah ke berbagai kafe dengan dekorasi klasik khas Belanda di sana. Saya tidak mencoba masuk, jadi saya juga tidak begitu tahu menu apa yang ditawarkan di sana. Selain kafe, di sana juga tidak lepas dari dua waralaba mini market yang memungkinkan kita untuk berbelanja minuman ataupun makanan ringan. Pilihan lainnya ada di pasar kuliner yang terletak di salah satu lorong di kota tua. Berbagai macam street food entah yang berciri khas Jakarta seperti Soto betawi atau Kerak Telor hingga jajanan umum semacam Bakso Malang atau Sosis Bakar bisa jadi pilihan untuk mengganjal perut. Di ujung pasar kuliner ini, ada berjejer kios yang menjual berbagai macam barang mulai dari kaos hingga cinderamata yang cocok untuk dijadikan oleh-oleh. Tampaknya ada juga jasa sewa sepeda bagi yang ingin berkeliling kawasan tersebut sambil bersepeda.
Salah satu cafe bergaya klasik Batavia lama
(sumber: dok. pribadi)
|
Sore beranjak hingga malam. Bagi saya menikmati kota tua perlu waktu yang lebih panjang dari sekedar beberapa jam yang saya miliki di sana. Suasananya yang klasik menghadirkan kesan yang romantis. Tidak heran, banyak pasangan yang menghabiskan waktu berlama-lama bercengkrama di sana.
Seperti Braga di Bandung, kawasan Kota Tua Jakarta akan selalu jadi tempat favorit saya jika berkesempatan kembali ke ibu kota. Di tengah metropolisnya Jakarta yang serba kompetitif, kota tua seperti membawa kita menghentikan waktu dan mengajak kita larut dalam sejarah. Mengajak kita kembali mengenang keindahan yang tersisa dari Batavia tempo dulu.
Tetap ramai sampai malam, mungkin karena akhir pekan. (sumber: dok. pribadi) |
Waah, kalo ke jakarta lagi, saya ajak ke monas pak. hwehehehe.
BalasHapusSemoga ga kapok ke jakarta lagi :)
Benar yo mas, ntar kalo ke Jakarta lagi boleh kopi darat. Kemarin sih sempat ke Monas, cuma karena kemalaman baru nyampe udah disuruh pulang, katanya udah mau tutup...
HapusSama mas..gak suka keramaian jkt
BalasHapusKalau di Jakarta saya berasanya serba diburu-buru dan tergesa, hehehe mungkin cultur shock aja...
HapusAku tinggal di jakarta belasan tahun tapi kayak nya baru 1x aja ke kota tua dan sampai sekarang blm pernah masuk monas hehehe #Sedih
BalasHapusHehehe mungkin sama kayak saya yang tinggal di Pontianak tapi jarang banget datang ke tugu Khatulistiwa
Hapusgue pernah kesitu.. indah aih tempatnya, tp yg gak enaknya rame banget.. terus dimana-mana banyak pengamen.. ehehe
BalasHapusBener rame banget, cume nggak ketemu pengamen sih ya...
Hapussaya kira kalau malam minggu begitu ada petunjukan apa gt
BalasHapusBiasanya mungkin ada, tapi yang pasti rame, rame banget...
Hapussaya tinggal di Jakarta dan areal kota tua masih tetap merupakan spot foto dan wisata yang menarik untuk dikunjungi
BalasHapusBener mbak, cuma rame kalo di akhir pekan. Lelah dibuatnya hehehe
Hapus