BERKUNJUNG KE SURGA DI EKOR BORNEO
Nama desa Temajuk memang menjadi
cukup populer kala beberapa waktu yang lalu sering disebut-sebut dalam
kaitannya dengan dugaan pergeseran patok batas Indonesia–Malaysia di daerah
tersebut. Sebelumnya daerah itu hanyalah sebuah desa kecil terisolasi yang
menuntut perjuangan ekstra untuk mencapai ke sana. Tapi saya sendiri telah
duluan mengenalnya dari beberapa tulisan teman-teman di dunia daring yang
menyebut-nyebutnya sebagai “Surga di ekor Borneo.”
Peta wisata Desa Temajuk di Penyeberangan Ciremai (sumber gambar: dok. pribadi) |
Tapi dalam banyak kisah perjalanan tersebut, diceritakan pula bahwa akses menuju Camar Bulan tidak mudah. Satu-satunya kendaraan yang bisa digunakan hanyalah sepeda motor yang harus menyusur tepian pantai. Jalur laut memungkinkan dilewati, namun bukan cara populer yang digunakan oleh para pejalan maupun masyarakat sekitar. Dengan sepeda motorpun tidak selalu mulus. Jalan pantai berpasir jelas bukan medan mudah bagi mereka yang tidak biasa. Jika musim air pasang ataupun ada aliran sungai menuju laut yang meluap besar, tidak jarang jalan jadi tak bisa dilewati dan harus menunggu air surut. Kalaupun nekat terus jalan, menggotong sepeda motor adalah satu-satunya cara. Jadi, kalau ingin melihat sepeda motor yang menaiki manusia, ngobrol saja dengan penduduk Camar Bulan, hampir semua mereka pernah mengalaminya.
Jalan antara Sambas menuju desa Temajuk yang rusak parah (sumber gambar: dok. pribadi) |
Meski telah mencita-citakannya
sejak lama, namun saya tidak pernah kepikiran akhirnya sampai ke sana. Dahulu
membayangkan medan sedemikian berat, jarak yang sebenarnya masih dalam satu
provinsi itu terasa jauh sekali. Bahkan Kuala Lumpur terasa begitu dekatnya.
Karena dengan penerbangan murah dari maskapai “Everyone Can Fly,” satu jam
setengah saja kita sudah bisa berada di sana.
Tapi akhirnya, di pengujung 2015
kemarin, saya akhirnya berhasil menginjakkan kaki ke sana. Berawal dari tawaran
mengikuti field trip hasil kerja sama
WWF program Kalimantan Barat dan Radio Volare, saya langsung meng-iya-kan tanpa
berfikir panjang. Meski berlabel “tugas liputan,” namun setidaknya ini jadi
ajang liburan sekaligus penuntasan cita-cita untuk ke sana sejak lama. Kalau
dalam perkara traveling, 2015 memang jadi tahun penuntasan banyak keinginan lama.
Perjalanan menuju desa Temajuk
memang tidak mudah. Meski sekarang tidak lagi terisolasi, namun tetap saja
melelahkan. Perjalanan Pontianak ke Sambas, kota kabupaten Camar Bulan saja
membutuhkan waktu sekitar delapan jam. Tidak ada alternatif lainnya, jalur
darat adalah satu-satunya cara ke sana. Kalau pun ada lewat udara dengan helikopter, tentu itu bukan pilihan bagi masyarakat biasa seperti saya. Kemudian dari Sambas ke Dusun Camar Bulan
sendiri, butuh waktu tempuh sampai tujuh jam sudah termasuk makan siang dan
menunggu di dua penyeberangan. Untungnya meski masih rusak, kini sudah ada jalan
untuk sampai ke dusun Camar Bulan sehingga bisa ditempuh dengan kendaraan roda
empat.
Menyeberangkan mobil dengan perahu kayu bukan hal yang aneh di sana (sumber gambar: dok. pribadi) |
Mengunjungi Camar Bulan memang
tidak akan puas jika menggunakan kendaraan roda empat seperti yang saya lakukan
kemarin. Ada banyak tempat yang hanya bisa tereksplor dengan kendaraan roda
dua. Termasuk salah satunya mengunjungi resort milik pak Atong. Nama terakhir
ini adalah nama yang paling sering disebut-sebut oleh para teman pejalan yang pernah
berkunjung ke sana di catatan halaman daring mereka kala Camar Bulan belum
sepopuler sekarang. Sayang saya tidak berkesempatan menemuinya dan berbagi
cerita dengan beliau.
Suasana senja di dermaga Camar Bulan (sumber gambar: dok. pribadi) |
Cerita lengkapnya bisa dibaca di sini.
semoga bisa segera berkunjung kesana. hwehehe.
BalasHapusmakanan khas nya apa ya kak?
Ayo dong kemari... di sana dapatin seafood, kemaren ada satu jenis seafood yang enak banget padahal cuma digoreng, orang sana nyebutnya puting beliung cuma nggak tau apa nama umumnya...
Hapussepertinya sudah rame ya kotanya, jadi pengen jalan - jalan kesana nih
BalasHapusBelum kok mbak, jauh banget dari pusat kota, namun sekarang mulai banyak yang berkunjung terutama wisatawan lokal asal Pontianak...
HapusNtar kalo kesana, aku cari pak atong :-)
BalasHapusHarus pak, kata warga sekitar resort yang dirintis oleh beliau bagus banget....
Hapuspengen ih coba ke Borneo gitu. tapi keluar pulau baru berani ke Lampung doang, itupun dengan iming-iming orang Lampung yaa mayoritas orang Jawa juga..
BalasHapusAyo dong kemari, eksotisme borneo nggak ada habisnya buat di eksplor...
Hapuspengalaman yg luar biasa
BalasHapusMari ikutan rasakan juga gimana rasanya berada di batas negara...
HapusBingung.
BalasHapusApa itu yang dimaksud dengan "fakta yang nyatanya jauh dari praduga umum"?
Faktanya apa?
Praduganya apa?
Hehehe ayo dong makanya, datang ke Camar Bulan. Mungkin fakta yang diliat beda dengan praduga mas Heru selama ini.
HapusNanti dalam tulisan berbeda akan diceritakan lebih lengkap, doakan semoga diberikan kan kelonggaran waktu dan semangat hehehe
Keren sekali pengalamannya. Semoga suatu waktu saya bisa berkunkunjung ke Camar Bulan bersama pasangan hidup saya. Aamiin ya rabbal alamin.
BalasHapusAmiin, semoga bisa mampir ya, suatu saat nanti...
HapusWah saya baru tahu tempat menarik ini walalupun saya asli Kal-Bar, semoga bisa main ke sana suatu hari nanti.
BalasHapushttp://diary-sikepik.blogspot.fr/
Semoga, sekalian bantu mempromosikannya mbak. Emang sih masih banyak infrastruktur yang belum memadai, tapi keindahan alamnya layak untuk dinikmati...
Hapus