Kamis, 11 Mei 2017

PERSETERUAN PARA DEWA YANG SERU, RUMIT DAN PANJANG

Saya menemukan kesimpulan baru. Jika memang memungkinkan membaca novle berbahasa Inggris, bacalah buku aslinya jangan terjemahan. Karena sebaik-baiknya terjemahan, tidak akan sebaik citra rasa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh penulis.

Sebenarnya ini bukan pertama kali saya rasakan ketika membaca American Gods. Sebelumnya pengalaman serupa pernah saya rasakan ketika menyelesaikan novel Max Havelar. Bahkan lebih parah. Jika American Gods yang saya baca ini menurut saya cuma kehilangan cita rasa keindahannya saja, terjemahan Max Havelar yang saya baca dulu itu berantakan. Jangankan keindahan, memahami isinya saja butuh perjuangan ekstra.

Novel American Gods sendiri sudah saya beli cukup lama. Nama besar Neil Gaiman tentu yang membuat saya memasukkan novel ini ke keranjang belanjaan saya. Sebelumnya saya sudah menonton film Stardust. Film itu diangkat dari novel berjudul sama karangan Gaiman. Dan saya sangat menyukai film itu.


Neil Gaiman adalah seorang pencinta dongeng
(Sumber gambar : dok. pribadi)

Dari Stardust pula saya membayangkan Gaiman adalah sosok pencinta dongeng dan fantasi. Tak heran karya-karyanya mengangkat dunia fantasi. Seperti Stardust yang mengangkat tema fantasi klasik khas Inggris. Cerita seorang pria yang ingin membawakan bintang jatuh untuk kekasihnya.

Setelah itu saya tidak bertemu dengan karya Gaiman yang lain. Sampai akhirnya American Gods ini kebeli. Dan setelah menyelesaikan membacanya, keyakinan saya tetap sama. Gaiman memang pencinta dongeng dan dunia fantasi. Meski dalam American Gods dongeng-dongeng itu dikemas dengan gaya agak berbeda dalam genre urban fantasi.

Bercerita tentang Shadow, narapidana yang mendapati istrinya meninggal dunia tepat saat ia dibebaskan dari penjara. Belum hilang suasana duka kehilangan istri, ia justru mendapat tawaran pekerjaan sebagai bodyguard dari seorang pria misterius bernama Mr. Wednesday. 

Mr. Wednesday ternyata bukanlah 'manusia' biasa. Dia adalah inkarnasi Odin, dewa tertinggi dari Skandinavia. Bersama Mr. Wednesday, Shadow melakukan petualangan menemui dewa-dewa kuno yang terlupakan dan kini hidup di Amerika Serikat tak ubahnya manusia biasa. Mulai dari Mr. Nancy (Anansi, Dewa laba-laba dari Afrika), Czernobog (Dewa bangsa Slavia), Mad Sweeney (Seekor Leprechaun, makhluk mitos bangsa Irlandia), Mr. Ibis, Mr. Jaquel (perwujudan dewa bangsa Mesir kuno) hingga Dewi Easter ( yang kini pemujaannya di Amerika tergantikan oleh Paskah). 

Petualangannya bersama Mr. Wednesday membawa Shadow menuju sebuah perang antara dewa-dewa kuno yang terlupakan dengan dewa-dewa masa kini yang melambangkan berbagai kemajuan dunia seperti media dan tekhnologi. Serta sekelompok orang-orang 'Man in Black' yang dipimpin Mr. World yang melambangkan kekuasaan bawah tanah yang mengatur dunia.

Kisah American Gods karya Neil Gaiman ini penuh simbol. Berbagai hal mistis memiliki personifikasinya termasuk dewa-dewa masa kini seperti dewa transportasi, radio, televisi, IT, dll. Begitupun berbagai kisah dongeng dan mitos dimunculkan menjadi kisah nyata. Seperti Bilquis (Ratu Seba) yang digambarkan menjadi pekerja di kawasan 'distrik merah', Ifrit (ya benar, Jin Ifrit) yang harus menjadi supir taksi untuk menyambung hidup, hingga berbagai macam dewa kuno dan mitos yang kian melemah karena ditinggalkan pemujanya sehingga terpaksa hidup layaknya manusia biasa dengan kesusahan.

Seru, rumit dan panjang. Itu tiga hal yang saya rasakan ketika berusaha menyelesaikan novel ini. Ceritanya memang seru dan mengasyikkan. Ditambah kecerdasan Gaiman membangun karakter Shadow yang digambarkan sebagai pria 'lurus' ditengah intrik dewa-dewa ini. Serta tak lupa banyak twist yang bikin cerita tidak membosankan.

Namun American Gods juga terasa rumit bagi saya. Begitu banyak tokoh yang dihadirkan. Terlebih saya tidak begitu kenal dengan dewa-dewa tersebut karena memang berasal dari kultur yang berbeda, serta tak begitu tahu tempat yang menjadi latar cerita. Seperti misalnya House on the Rock atau Rock City. Mereka yang tak mencari tahu lagi seperti apa Rock City mungkin tidak bisa membayangkan seperti apa petunjuk arah kota tersebut yang terpasang dibanyak gudang dan bangunan di sekitar lokasi sebagaimana diceritakan di dalam novel. Atau seperti apa House on the Rock yang memiliki komedi putar besar dengan karakter-karakter makhluk mitologi di sana. Ya, beberapa tempat di dalam novel tersebut memang benar-benar ada di dunia nyata.  


Diceritakan dalam novel tulisan seperti ini,
 mudah ditemui saat menuju Rock City
(sumber gambar : Brent Moore)

Dan pastinya novel ini sangat panjang. Novel terjemahan yang saya baca saja jumlah halamannya mencapai lebih dari tujuh ratus halaman. Tak heran saya butuh energi ekstra hingga akhirnya menyelesaikan membacanya. Walau akhirnya selesai juga dan menurut saya tidak mengecewakan.

Jadi pesan saya ketika membaca novel ini jangan jauh-jauh dari wikipedia. Setidaknya agar ada referensi seperti apa sih sebenarnya wujud dan karakter dewa yang digambarkan dalam novel ini atau seperti apa sih tempat-tempat yang sedang diceritakan Gaiman. 

Saya sih tidak jera membaca karya Gaiman lainnya. Kebetulan sekuel novel American Gods ini, Anansi Boys sudah nangkring manis di rak buku, menanti giliran untuk dibaca. Jadi mari sama-sama kita berkenalan dengan dewa-dewa Amerika ini dan usahakan novel aslinya, jangan yang terjemahannya. Kecuali yang kalau bahasa Inggrisnya pas-pasan kayak saya. Mau gimana lagi kan?

Sabtu, 08 Oktober 2016

MEMBEDAH AKAR KONFLIK SUNNI DAN SYIAH

Siapa bilang menjadi pembaca ulung itu mudah. Nyatanya mungkin tidak banyak yang bisa menghabiskan waktu menyantap tuntas sebuah buku di sebagian besar waktunya. Mungkin banyak yang bertekad untuk bisa menghabiskan sekian banyak buku dalam suatu waktu, namun seperti halnya mengupdate blog, tidak semua orang bisa melakukannya. Termasuk saya. Hanya saja, bagi saya meski tidak secepat beberapa orang yang saya kenal, saya merasa tidak bisa dilepaskan dari aktivitas membaca.

Saat menulis postingan kali ini, saya terjebak dalam situasi kartu perpustakaan yang ternyata telah habis masa berlakunya. Dan ternyata, proses memperpanjangnya tidak semudah yang dibayangkan. Butuh waktu dan butuh sedikit berdamai dengan panjangnya birokrasi, padahal saya termasuk orang yang paling malas berurusan dengan birokrasi. Karenanya saya yakin butuh waktu yang cukup panjang untuk menyelesaikan proses ini. Bukan karena apa-apa, lebih ke rasa malas tadi.

Karenanya saya terpaksa membuka kembali tumpukan buku-buku yang sudah lama dibeli namun nyatanya belum pernah dibaca. Ini kebiasaan buruk saya, membeli terus tidak langsung membacanya. Bukan apa-apa, biasanya saya lebih mendahulukan menyelesaikan baca buku pinjaman ketimbang buku yang dibeli. Pikirnya, buku yang dibeli kan santai bacanya, sementara pinjaman musti dikembalikan segera. Akibatnya setelah saya periksa ternyata jumlah buku yang belum saya baca lumayan banyak.

Sebenarnya dalam list "Sedang dibaca" saya di Goodreads, masih ada beberapa buku yang belum tuntas: dua novel Tere Liya, sebuah novel teenlit lama, dan sebuah karya absurd Sujiwo Tedjo yang tak juga kunjung selesai saya baca. Tapi entah kenapa saya malah akhirnya ingin membaca buku lainnya. Sebuah buku lama yang dulu hanya sempat terbaca seperempat. Kebetulan momen saat ini tepat sekali.

Momen yang saya maksud adalah hari Asyura yang diperingati setiap 10 muharam pada tiap tahun kalender hijriyah. Konon hari tersebut, cucu Rasulullah SAW, Husein RA terbunuh di Karbala. Sejak saat itulah sunni dan syiah akhirnya mulai berseteru hingga kini. Karenanya saya pikir, di momen ini membaca buku berjudul "Wajah Politik Muawiyah bin Abu Sufyan, Mengurai Sejarah Konflik Sunni-Syiah" karya Hepi Andi Bastoni rasanya tepat sekali. Ketimbang asyik saling tuding dan hujat, mending mencoba belajar sejarahnya.

Muawiyah bin Abu Sufyan RA, yang menjadi kisah utama dari buku ini adalah salah seorang sahabat Rasulullah. Namun bagi sebagian orang ia dianggap kontroversial. Ia dituding sebagai sosok yang mengakhiri kepemimpinan Ali bin Abi Thalib RA. Di sisi lain ia juga dianggap sebagai seorang yang salih dan cerdik, serta berjasa menyatukan umat Islam dari perpecahan. Selalu ada dua sisi dalam memandang sejarah, tergantung dari sudut mana kita berdiri. Tapi mengenali sosok yang merupakan "mata badai" dari perseteruan sunni-syiah ini rasanya tidak ada salahnya. Toh tidak ada ruginya belajar sejarah, karena sejarah adalah cermin, tempat untuk menilai kekurangan diri.

Buku-buku sejarah selalu menarik untuk dibaca, ini salah satunya
(sumber gambar : dok pribadi)
Jadi, selamat hari asyura, selamat saling memahami. Sebelum saling benci, saling tuding, apalagi saling bunuh, mari kita baca buku dulu banyak-banyak. Salah satunya buku ini: Wajah Politik Muawiyah bin Abu Sufyan, Mengurai Sejarah Konflik Sunni-Syiah." Dan jangan lupa puasa sunah juga ya ntar...

Senin, 23 Mei 2016

ADAPTATION. : MELAWAN WRITER'S BLOCK ALA CHARLIE KAUFMAN

Nama Charlie Kaufman sudah cukup populer di Hollywood entah sebagai screenwriter, produser atau sutradara. Karyanya memang bisa dihitung jari. Namun setiap karya-karyanya selalu menarik untuk dinanti. Ia punya signature tersendiri yang seringkali menabrak pakem, nyeleneh dan tidak biasa.

Perkenalan pertama saya dengan Charlie Kaufman adalah di film Eternal Sunshine of the Spotless Mind. Film yang sukses meraih The Best Original Screenplay dalam ajang Academy Award ini masih menjadi salah satu film yang saya tonton berulang-ulang kali hingga sekarang. Gaya penceritaan yang unik dan imajinatif, menjadikan film ini bukan sekedar drama percintaan yang kacangan.

Perkenalan saya pada Charlie Kaufman berlanjut pada Being John Malkovich. Pertanyaan saya sebelum menontonnya juga sama, mengapa John Malkovich? Tapi begitu menonton film yang juga masuk nominasi Academy Award untuk Skenario Asli Terbaik ini, yang saya tahu adalah Charlie Kaufman memang seorang jenius. Film satu ini benar-benar mind-blowing. Ide-idenya begitu orisinil jika tidak mau dibilang "aneh." Mungkin tidak semua penonton akan menyukainya, namun semua pasti setuju ceritanya benar-benar tidak biasa.

Film selanjutnya yang saya tonton dan akan dibahas kali ini adalah Adaptation. Mengapa menurut saya menarik? Karena di film ini Charlie Kaufman bercerita tentang dunia kepenulisan. Ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari cerita film ini yang mungkin bisa kita terapkan dalam dunia nyata. Sangat berguna tentu saja bagi para penulis.

Film tentang dunia kepenulisan...
(sumber gambar : scriptchix.com)
Berkisah tentang dirinya sendiri Charlie Kaufman, yang diminta untuk mengadaptasi sebuah buku non-fiksi untuk menjadi skenario yang bagus. Buku itu sendiri bercerita tentang anggrek dan ditulis oleh seorang wartawan dengan mewawancarai seorang peneliti tumbuhan yang eksentrik dan penuh passion. Idealisme Charlie Kaufman ingin menghadirkan sebuah skenario yang hanya menghadirkan keindaan bunga sebagaimana bukunya, namun buku yang tidak memiliki konflik apakah mungkin dijadikan sebuah skenario? Kisah ini bercerita tentang bagaimana Charlie Kaufman berusaha memecahkan writer's block tersebut dan sukses menjadi naskah skenario untuk film Adaptation. ini.

Bagi penggemar film-film populer Hollywood, film Adaptation. mungkin akan terasa membosankan. Namun untuk para penulis, ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah Charlie Kaufman di film ini.

1. Tentang Writer's Block

Writer's block jelas penyakit yang mengerikan bagi semua penulis, apalagi buat mereka yang dihadapkan pada deadline. Namun penyakit satu ini bisa menghinggapi semua penulis, baik yang pemula maupun profesional, tidak terkecuali pula Charlie Kaufman. 

Di film ini digambarkan berbagai cara yang dilakukan Charlie Kaufman untuk mengatasi writer's block-nya. Mulai dari menjanjikan diri sendiri sebuah hadiah, keluar dan mencari angin segar, hingga mengikuti seminar kepenulisan. Salah satu cara yang juga cukup menarik ditampilkan di film ini adalah dengan merekam ide. Ketika terpikir sebuah ide menarik, Charlie langsung merekamnya dalam bentuk suara. Sebuah cara yang mungkin layak untuk ditiru.

2. Tentang Bagaimana Riset Kepenulisan 

Ada dua sudut pandang di film ini. Dari sisi Charlie Kaufman yang sedang menulis skenario adaptasi serta dari sisi Susan Orlean, si penulis The Orchid Thief, buku yang sedang diadaptasi oleh Kaufman. Sebagai informasi, sosok Susan Orlean dan juga buku The Orchid Thief memang benaran ada di dunia nyata. Hal tersebut yang menurut saya unik dari film ini yang seolah menabrak batas antara fiksi dan realitas.

Nah dari dua sudut pandang tokoh ini kita mendapati berbagai cara riset kepenulisan. Seperti Charlie yang selain membaca The Orchid Thief juga membaca berbagai macam buku tentang tumbuh-tumbuhan, mendatangi pameran anggrek, hingga mewawancarai penulis aslinya untuk memahami karakter si penulis. Begitupun karakter Susan Orlean yang untuk menulis bukunya mewawancarai John Laroche, seorang pemburu anggrek yang eksentrik bahkan hingga terjun langsung ke rawa-rawa untuk menemukan anggek langka yang di film ini dikenal sebagai "ghost."

Proses menulis menuntut riset yang dalam
(sumber gambar : www.asharperfocus.com)
3. Menemukan Pembaca Pertama

Di film ini, Charlie Kaufman digambarkan memiliki seorang saudara kembar yang juga penulis skenario. Sosok saudara kembarnya yang bernama Donald Kaufman ini memiliki karakter yang berkebalikan dengan Charlie yang anti sosial. Namun Donald ini menjadi teman diskusi yang baik bagi Charlie soal banyak hal khususnya kepenulisan. Ia juga yang menjadi pembaca pertama dari naskah yang sedang dikerjakan oleh Charlie.

Menarik melihat bagaimana pembaca pertama bisa memberikan sudut pandang yang berbeda dari sebuah karya. Tidak hanya itu, sudut pandang yang berbeda menyingkapi suatu masalah bisa memberika informasi yang tidak diketahui oleh si penulis. Misalnya bagaimana sudut pandangnya yang unik Donald pada sosok Susan Orlean. Berkat kehadiran karakter Donald inilah Charlie berhasil mengungkap konflik yang akhirnya ditulis di dalam script film ini.

4. Seorang Penulis Harus Senantiasa Belajar

Sosok Charlie dari awal digambarkan sangat idealis dan terobsesi pada orisinalitas. Isi pikirannya bermacam ragam dan begitu aneh. Sementara Donald adalah kebalikannya. Ia menulis skenario drama trailler dengan ide-ide yang klise. Ia juga terbuka dengan berbagai macam hal baru. Karena itu, dari awal digambarkan bagaimana ia mengajak Charlie untuk mengikuti seminar kepenulisan. Namun Charlie terus menolak karena menganggap bahwa seminar-seminar kepenulisan adalah omong kosong.

Hingga kemudian Charlie benar-benar kehabisan ide untuk meneruskan naskahnya dan ia menurut untuk mengikuti seminar kepenulisan yang disarankan Donald. Pada akhirnya, Charlie merasakan manfaat dari kehadirannya di seminar tersebut. Begitulah, menjadi penulis harusnya adalah menjadi rendah hati dan tidak berhenti belajar. 

5. Naskah yang Kita Anggap Buruk Bisa Jadi Bagus di Mata Orang Lain

Naskah yang dituliskan karakter Donald, saudara kembar Charlie di film ini dianggap klise dan konyol oleh Charlie. Tapi nyatanya, begitu naskah Donald itu diserahkan Charlie kepada editornya, sang editor malah menganggap naskah itu adalah naskah terbaik yang pernah ditulis.

Memang sekilas ide-ide yang diajukan Donald agak klise serta mengangkangi logika sehingga membuat Charlie menganggapnya tidak masuk akal. Namun Donald yang sangat terbuka dengan ide-ide baru dan memiliki sudut pandang yang positif tidak patah semangat. Ia terus mengembangkan ide dari berbagai nasehat Charlie.

Di sisi lain ini mungkin pesan Charlie Kaufman juga sih bahwa film yang bagus belum tentu populer dan laris, sebaliknya film yang populer dan laris belum tentu juga sebenarnya masuk kategori bagus.

6. Menulis Adalah Sebuah Perjalanan

Menulis adalah sebuah perjalan. Kadang-kadang si penulis tidak tahu kemana tulisan itu akan membawa. Seperti quote Charlie yang sangat saya ingat dari film ini: "writing is a journey into the unknown." 

Menulis adalah sebuah perjalanan, nikmati tiap prosesnya
(sumber gambar: maxlevelgeek.com)
Karen itulah sepatutnya seorang penulis menikmati setiap prosesnya. Ibarat membaca sebuah buku yang bagus yang sampai membuat kita berdebar-debar untuk melanjutkan membaca halaman atau bab selanjutnya, menulispun harusnya begitu. Kita adalah pembaca pertama untuk karya kita sendiri dan harus menikmati proses bagaimana kisah ini berjalan. Hal inilah yang harus dirasakan oleh seorang penulis, terlebih penulis pemula yang belum terikat oleh deadline. 

Itulah beberapa pelajaran tentang dunia kepenulisan yang dapat saya petik dari film ini. Tentu juga kesenangan selama hampir dua jam bertanya-tanya apakah film ini kisah nyata ataukah fiksi semata. Sekali lagi, mungkin tidak semua akan menyukainya, namun film ini layak untuk masuk list film yang pernah kita tonton. Terlebih untuk mereka yang gandrung dengan dunia tulis-menulis.

Selamat menonton, dan jangan berhenti menulis!!!

Minggu, 15 Mei 2016

SERUNYA BERBURU KULINER HALAL DI HATYAI

Bagi mereka yang gemar melancong, menikmati wisata kuliner di tempat tujuan jelas merupakan suatu keharusan. Kekayaan tradisi dan budaya dari tempat yang dituju sering kali membuat kita menemukan berbagai sajian unik yang mungkin tidak dapat ditemui di tempat asal. Memang belum tentu akan cocok dengan selera lidah, tapi mencoba sesuatu yang baru bukankah itu indahnya dari sebuah perjalanan.

Hanya saja buat yang muslim, menemukan makanan halal bisa jadi tantangan tersendiri terutama jika melancong ke negara dengan mayoritas penduduknya beragama selain Islam. Jangan harap kita bisa menemukan makanan halal di semua tempat seperti di Indonesia. Salah-salah memilih menu, bisa jadi kita melanggar larangan agama. 

Thailand adalah negara bermayoritas penduduk beragama Budha. Negara gajah putih ini cukup mendunia sebagai negara kunjungan wisata termasuk bagi para pelancong asal Indonesia. Bangkok, Phuket dan Pattaya menjadi nama destinasi wisata favorit yang dikunjungi banyak pendatang tiap saban tahun.

Tapi buat mereka yang tidak ingin terlalu dipusingkan dengan pencarian makanan halal jika ingin ke Thailand dapat mengunjungi Hatyai. Nama Hatyai cukup terkenal dikalangan para backpacker. Umumnya menjadi tempat transit bagi para pelancong yang hendak menjelajah Thailand lewat jalur darat. Padahal Hatyai sendiri memiliki pesona wisata yang tidak kalah menariknya dibanding kota-kota lain di Thailand.
Suasana salah satu sudut kota Hatyai
(sumber : dokumen pribadi)
Di Hatyai, jumlah penduduk muslim cukup signifikan. Karenanya berburu kuliner di salah satu kota terbesar di Thailand itu cukup menenangkan. Tidak sulit menemukan makanan-makanan dengan penanda halal di sini. Berbagai menu khas Thailand-pun dapat dijumpai. Ditambah lagi letak kota ini yang berdekatan dengan lintas batas Malaysia, membuat makanan dengan corak melayupun masih bisa ditemui.

Saat sore, menjelang malam, adalah saat yang tepat untuk berburu kuliner di Hatyai. Ada dua tempat yang bisa menjadi pilihan. Yang pertama adalah area pedagang kaki lima di sekitar Le Garden plaza. Setiap sore menjelang malam, area di sekitar pusat perbelanjaan tersebut akan begitu meriah dengan deretan para pedagang kaki lima.

Tempat lainnya adalah Hatyai Floating Market. Tidak sepopuler Bangkok Floating Market memang, namun tidak kalah meriahnya. Untuk mencapai tempat itu kita bisa menggunakan Tuk-tuk sekitar 20 menit dari pusat kota. Di tempat ini deretan pedagang dengan sampan atau perahu terapung-apung menjajakan dagangannya. Kebanyakan adalah makanan dan camilan dengan tampilan yang sangat menarik. Sayang pasar terapung ini hanya buka di sore akhir pekan saja.
Banyak pedagang muslim di Hatyai
(sumber : dokumen pribadi)
Jika berkunjung ke Hatyai dan Thailand kelak, setidaknya ada beberapa menu kuliner yang patut dicoba berdasarkan pengalaman saya berburu kuliner di Hatyai. Lapak-lapak pedagang makanan halal biasanya ditandai dengan logo tulisan halal berbahasa arab, kaligrafi nama Allah dan Rasulullah, atau lambang bulan-bintang.

1. Aneka Jajanan dan Makanan Ringan

Menyusuri jalan-jalan disekitar Lee Garden Plaza memang butuh ketebalan iman yang besar. Deretan jajanan terpajang dengan meriah di kanan dan kiri jalan yang dipenuhi pejalan kaki. Mulai dari potongan ayam panggang dengan potongan besar, sosis dan meatball beraneka macam, hingga udang dan cumi yang aromanya begitu menggoda. Biasanya jajanan yang digemari banyak orang ini dimakan dengan saus khas Thailand yang unik dan kaya dengan rasa asam.

Beberapa jenis panganan manis juga ada di sini, seperti Kanom Krok yang terlihat seperti kue cubit yang terbuat dari kelapa atau Kanom Buang, seperti kue semprong namun diberi berbagai toping yang biasanya manis namun ada juga yang asin. Selain itu juga buah-buahan segar yang siap makan juga bertebaran dibanyak lapak. Berhati-hatilah untuk tidak keburu kenyang oleh camilan-camilan ini selagi berburu makanan utama.

 2. Som Tam

Menu satu ini adalah menu wajib buat penggemar salad. Som Tam terdiri dari taoge dan potongan mangga dan pepaya muda. Ditambah potongan kacang panjang, tomat dan mentimun kemudian disiram dengan saus khasnya yang asam-pedas. Membuat menu satu ini jadi begitu menyegarkan.
Som Tam, Salad khas Thailand
(sumber : dokumen  pribadi)
 3. Manggo Sticky Rice

Yang satu ini cukup populer di Indonesia belakangan ini. Sekilas menu ini sangat sederhana. Potongan mangga dengan beras ketan yang halus kemudian disiram dengan santan susu yang manis dan kental. Rasanya? Benar-benar memanjakan lidah. Entah benar atau tidak, tapi konon banyak yang bilang Manggo Sticky Rice di Thailand jauh lebih enak, berasnya lebih pulen, mangganya pun lebih manis.

 4. Pad Thai

Ini adalah mie siram khas Thailand. Bentuk mienya mirip dengan kwetiaw namun berukuran lebih kecil. Biasanya ditambahkan pula potongan sea food dan juga taoge lalu disiram dengan saus yang asam-pedas. Wujudnya mirip seperti mie goreng, namun dengan sensasi masam yang unik.
Semacam Kwetiaw, tapi mienya lebih ramping...
(sumber : dokumen pribadi)
 5. Tom Yam

Jauh-jauh datang ke Thailand tidak mencoba makanan khas satu ini rasanya tidak sah. Orisinalitas adalah sebabnya, karena di negeri asalnya ini Tom Yam terasa lebih asam, pedas dan beraroma yang khas. Kalau soal isi mungkin sama, namun kekayaan rasa kuahnya bakal bikin kita bingung versi mana yang lebih enak.

 6. Hoy Tod

Makanan bernama Hoy Tod ini begitu populer di Hatyai. Padahal street food satu ini cukup sederhana. Mirip dengan telur dadar biasa, namun diberi tiram sebagai isian. Bukan Cuma itu, dibawahnya biasa ada taoge yang jadi pelengkap. Orang Thailand memang sepertinya sangat menyukai taoge.
Hoy Tod, mirip tlur dadar, dibawahnya ada banyak taoge
(sumber : dokumen pribadi)
 7. Thai Tea

Jika memesan Es Teh di Thailand, mungkin kita akan kaget karena mendapati minuman yang berbeda dengan yang kita temui di Indonesia. Es Teh di Thailand warnanya lebih gelap dan ada rasa pahitnya. Tidak jarang kita menemui Es Teh di Thailand dicampur pula dengan susu atau santan kelapa.

Masih banyak kekayaan kuliner yang bisa dicoba di Hatyai, mulai dari yang normal hingga yang paling ekstrim sekalipun. Pada dasarnya jangan pernah malu bertanya tentang kehalalan makanan yang kita beli karena di Hatyai cukup banyak yang bisa bahasa melayu. Para pedagang biasanya dengan senang hati menjelaskan. Dan jangan lupa, baca Basmalah dan baca doa sebelum makan ya.

Jumat, 06 Mei 2016

LEGITNYA BISNIS PENGIRIMAN, SEBUAH CERITA DARI BUJANG KURIR DAN JNE EXPRESS

Sepertinya bisnis kurir-mengkurir sedang ngehits belakangan ini. Dalam dua pekan ini saya bertemu dengan pelaku usaha ini yang bercerita gimana program-program mereka untuk terus mendulang sukses dalam dunia antar-mengantar.

Dua pekan lalu saya berkenalan dengan Rizky, owner Bujang Kurir, jasa pengantaran lokal Pontianak yang bermoto "Adek Pesan, Abang Antar." Saat bercerita, usahanya ini sudah memasuki bulan kesepuluh. Dengan sembilan orang armada dan dua orang operator, Bujang Kurir kini perbulannya mengantarkan hingga lebih ke seribu pelanggan. 
Bersama Rizky, owner Bujang Kurir
(sumber gambar : dokumentasi pribadi)
Meski hanya mengakomodir pesanan dalam kota, Bujang Kurir ternyata punya pangsa pasar sendiri. Menyadari omset terbesarnya datang dari mengantarkan pesanan makanan, Bujang Kurir lantas membangun sinergi dengan pengusaha-pengusaha rumah makan. Dengan begitu pengusaha rumah makan tidak perlu menyediakan armada untuk menyediakan jasa pesan-antar.  

Diakuinya, ide awal memulai Bujang Kurir adalah meniru kesuksesan GoJek di beberapa kota besar di Indonesia. Namun menurutnya, seiring berjalannya waktu, ia terus berusaha menyesuaikan dengan pasar Pontianak yang jelas berbeda dengan kota-kota besar lainnya. Pontianak punya karakteristiknya sendiri, karena itulah di awal, butuh waktu baginya menemukan formula yang tepat untuk bisnis jasa satu ini. Rizky mengaku ia sempat melakoni sendiri peran sebagai kurir, operator dan manajemen sekaligus diawal memulai usahanya dulu.

Lain Bujang Kurir, lain pula JNE. Sebagai salah satu penguasa pasar jasa pengiriman dan logistik nasional, JNE terus berinovasi untuk terus mengembangkan bisnisnya. Perkembangan tekhnologi yang demikian pesatnya, mau tidak mau juga membuat JNE mau beradaptasi. Sekedar mengandalkan nama besar untuk terus bertahan jelas bukan pilihan bijak. Karena itulah JNE berusaha untuk semakin ramah dengan tekhnologi.


Kopdar MY JNE yang dihadiri oleh para blogger, awak media dan pelaku UKM
(sumber gambar : dokumentasi pribadi)
Salah satunya dengan meluncurkan aplikasi My JNE. Aplikasi ini membantu para pelanggan JNE untuk melakukan banyak hal. Mulai dari pengecekan tarif, menemukan outlet JNE terdekat, tracking barang kiriman, hingga My COD Wallet yang tidak ubahnya seperti rekening bersama. Dengan JNE yang berada di dalam genggaman, membuat kemudahan berkirim-barang jadi sesuatu yang semakin nyata. 

Begitulah Mayland Hendar Prasetyo, Marketing Communication Division JNE bercerita bagaimana IT development menjadi salah satu fokus perhatian JNE. Saya beserta awak media dan para blogger kota Pontianak diundang dalam acara Kopdar My JNE pada senin (26/4) kemarin. Kopdar ini juga menjadi ajang bagi para pelaku usaha perdagangan daring untuk mengenal lebih jauh layanan-layanan yang dimiliki oleh JNE.

Mayland mengakui perkembangan perdagangan online dan e-commerce saat ini berdampak besar bagi usaha jasa pengiriman. Kehadiran banyak e-commerce dan pedagang online kini membuat batasan-batasan atas transaksi semakin memudar. Karena itulah jasa pengiriman dan logistik seperti JNE menjadi kian signifikan. E-commerce yang menyerbu Indonesia-pun tak cuma yang datang dari dalam negeri, beberapa e-commerce luar yang sudah punya nama mulai melirik pasar Indonesia. Jual-beli online sekarang sudah menjadi gaya hidup baru.
Mengecek tarif bisa dilakukan dengan aplikasi My JNE
(sumber gambar : dokumentasi pribadi)
Di Pontianak saja misalnya, ia mengatakan bahwa tiap harinya ada enam ton barang masuk. Kebanyakan adalah produk elektronik alias gadget kemudian disusul produk fashion dan kosmetik wanita. Sementara produk keluar dari Pontianak jumlahnya hingga dua ton perhari. Ketimpangan ini menunjukkan masih belum kuatnya branding produk lokal Pontianak. Karena itulah, menurut Mayland, JNE sangat peduli dengan usaha untuk memajukan UMKM lokal salah satunya di bidang kuliner. Kini sudah ada hampir 6000 produsen makanan baik basah dan kering yang sudah berkerja sama dengan JNE. 

Meski beberapa usaha e-commerce sekarang telah memiliki jasa pengiriman sendiri, JNE mengaku belum tertarik untuk terjun langsung di dunia e-commerce. Menurut Mayland, ada banyak ruang pasar di jasa pengiriman yang masih bisa digarap oleh JNE. Misalnya soal packaging yang sering kali jadi kendala bagi UMKM. Saat ini, JNE sedang mencoba membangun Packaging Centre di Jakarta. Dengan adanya Packaging Centre kedepannya pedagang cukup membawa produk dagangannya saat hendak mengirimkannya. Mayland mengakui saat ini JNE sangat fokus mengembangkan Pckaging dan IT Centre ini agar bisa dinikmati oleh pelanggannya di seluruh Indonesia.
Mayland Hendar Prasetyo, Marketing Communication Division JNE
(sumber gambar : @dodon_jerry)https://twitter.com/dodon_jerry 
Persaingan di bidang jasa pengiriman dan logistik memang kian sengit, baik yang berskala lokal maupun nasional. Namun Mayland menegaskan bahwa JNE tidak gentar, ia yakin masing-masing memiliki pangsa pasarnya sendiri. Bukan berarti bahwa JNE hanya diam saja, beberapa program andalan JNE merupakan hasil dari usaha memahami konsumen terus menerus. JESIKA, layanan jemput ASI misalnya merupakan bentuk komitmen JNE terhadap kebutuhan para Ibu masa kini untuk tetap memberikan ASI pada anaknya.  

Berpengalaman hampir 26 tahun di dunia kurir-mengkurir, JNE berharap bisa semakin canggih dan semakin dekat dengan konsumen. Berawal dengan mobile apps yang kini membuat JNE sedekat dalam genggaman, kedepannya JNE akan terus mengintegrasikan tekhnologi dalam layanannya. Tujuan tentu saja, agar layanan JNE semakin mudah diakses, semakin cepat dan semakin dekat dengan para konsumennya.

Jadi, segeralah unduh My JNE di Google Playstore lalu kirim sesuatu ke pemilik blog ini hehehe...

Kamis, 31 Maret 2016

BERSAMA MEMERANGI STANTING DI KALBAR

Istilah Stanting atau stunting mungkin belum jadi istilah yang terlalu umum di masyarakat luas. Akibatnya kepedulian terhadap stunting masih sangat rendah. Saya sendiri ketika pertama kali hadir dalam kegiatan "Orientasi Media Tentang Pencegahan Stanting" yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kalbar dan Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) dari Millennium Challenge Account - Indonesia (MCA-Indonesia), bertanya-tanya apa itu stanting?

Istilah stanting merupakan adaptasi dari bahasa Inggrisnya stunting yaitu, kondisi dimana tinggi atau panjang badan seseorang berada dibawah standar tinggi orang/anak seusianya. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa di Kalimantan Barat angka stanting mencapai 38,6% yang artinya lebih dari sepertiga balita di Kalbar terancam memiliki tubuh pendek.

Kegiatan dibuka langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Barat, dr. Andy Jap. Dalam. Dalam kata sambutannya ia mengatakan bahwa Dinkes Kalbar berkomitmen serius untuk menekan angka stanting. “Dengan gerakan 1000 hari pertama kehidupan ini kita harapkan angka stanting di Kalbar bisa menurun.” Kegiatan tersebut tidak hanya dihadiri oleh para wartawan dari berbagai media, namun juga dari jajaran pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten Landak dan fasilitator Generasi Sehat Cerdas (GSC) Kalbar.

Dr. Minarto bercerita tentang upaya pencegahan stanting di Indonesia
(sumber gambar dok pribadi)
Menurut Dr. Minarto, Direktur PKGBM MCA-Indonesia permasalahan stanting ini seringkali dianggap sepele. “Ini kaitannya bukan cuma dengan tinggi badan, namun juga persoalan dengan tumbuh kembang otak anak,” ungkapnya. Semenjak kehamilan sampai usia anak 2 tahun adalah masa-masa pertumbuhan otak anak dan stanting akan membuat pertumbuhan otak tidak mendapat ruang maksimal. “Akibatnya banyak anak yang mengalami stanting di usia ini memiliki kecenderungan ber-IQ lebih rendah dibading anak yang tumbuh dengan baik,” tambahnya.

Menyelesaikan masalah stanting ini tentu bukan perkara sederhana. Gizi buruk yang kronis serta seringnya balita terserang penyakit diduga sebagai sebab utama tingginya angka stanting di Indonesia. “Nyatanya peningkatan ekonomi tidak berbanding lurus dengan penurunan angka stanting. Hal ini karena perilaku dan pemahaman masyarakat terkait gizi tidak berubah. Sementara kondisi sanitasi masih buruk. Akibatnya kemungkinan gangguan penyakit pada balita jadi semakin besar.”

Maria Hartiningsih, wartawan senior Kompas yang turut hadir menjadi pembicara mengingatkan para jurnalis untuk lebih jeli menangkap isu stanting ini dari sudut pandang yang berbeda, “Stanting ini adalah hilirnya. Hulunya ada bermacam-macam persoalan yang multi dimensi,” ungkapnya. “Meski umumnya memang berkaitan langsung dengan masalah gizi dan kesehatan, namun bisa saja akar masalah dari stanting ini lebih luas meliputi aspek budaya, ekonomi, sosial bahkan politik.”

Isu stanting memang masih menjadi isu minor.  Karenanya dibutuhkan passion dan pengetahuan yang luas dari seorang jurnalis untuk mengangkatnya menjadi isu utama. “Jangan hanya mengambil data formal, jurnalis juga harus turun ke lapangan dan melihat situasi sebenarnya sehingga bisa menguraikan unsur ‘why’ dan ‘how’ sejelas mungkin kepada audience.“

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN), Indonesia menargetkan penurunan angka stanting sebesar 40% pada 2025. Gerakan 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK) yang salah satunya juga akan dilaksanakan di Kalimantan Barat, diharapkan menjadi upaya untuk menuntaskan target tersebut.
Bersama Ibu Maria Hartiningsih, eks. wartawan senior Kompas
dan juga peraih Yap Thiam Hien Award
(sumber gambar: dok pribadi) 
Banyak perkerjaan rumah di bidang kesehatan yang harus segera dituntaskan, dan stanting adalah salah satu diantaranya. Dibutuhkan kerjasama semua pihak mulai dari pemerintah, media dan juga masyarakat luas untuk bahu-membahu mewujudkan cita-cita bersama membangun generasi Indonesia yang cerdas dan berkarakter mulia. Selamat berkerja mewujudkannya ya, kita semua!!!

Tulisan ini bisa juga dibaca di: www.volarefm.com

Jumat, 18 Maret 2016

MERAYAKAN KREATIVITAS DI PONTIANAK PROLOC MARKET

Pontianak mungkin hanya sebuah kota kecil di pesisir barat Kalimantan. Tidak setiap hari kita menemukan beritanya di televisi-televisi nasional atau perbincangan para pejabat elit. Membandingkannya dengan kota seperti Jakarta, Bandung, Yogya atau Surabaya, jelas tidak apple to apple.

Bicara soal kreativitas, perkembangan industri kreatif di kota-kota besar tersebut tampak kian signifikan. Terbukti pemerintah sampai harus membentuk kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif yang salah satu tugasnya adalah mengembangkan industri kreatif di negeri ini. Pontianak? Tak semapan industri kreatif di kota-kota besar memang, tapi geliat pertumbuhannya kian tampak.

Welcome to Pontianak Proloc Market
(sumber gambar : dok pribadi)
Ini mungkin hanya opini, namun sepengamatan saya sih, industri kreatif pontianak memang masih tampak jadi pengekor kota-kota besar. Apa yang sedang jadi trend di kota-kota besar coba dibawa ke Pontianak. Beberapa sukses, tidak sedikit juga yang menyerah kalah dan hilang lenyap ditelan persaingan. Burukkah? Tidak juga. Namanya juga industri yang baru berkembang, Pontianak sedang berproses. Buktinya semakin ke sini, unsur-unsur lokalitas semakin “terpampang nyata.” *Syahrini mode ON*

Bukti kekinian salah satunya bisa dilihat saat mengunjungi event bertajuk Pontianak Proloc Market yang dihelat pada 16-20 Maret 2016. Bertempat di halaman parkir Pontianak Convention Centre dan berbarengan dengan penyelenggaraan Borneo Ekspo 2016 (yang menempati gedung utama PCC), event ini adalah tempat berkumpulnya para produsen produk kreatif lokal lintas bidang. Meski penyelenggaraannya masih terkesan sederhana, namun antusiasme  yang ditunjukkan baik dari para pemilik usaha, pengisi acara maupun masyarakat kota Pontianak sangat luar biasa.

Dari kuliner, pomade, hingga robot...
(sumber gambar: dok pribadi)
Geliat kreativitas itu tampak dari stand-stand yang mewakili berbagai merek lokal. Saya juga melihat beberapa stand milik beberapa start-up lokal yang bergerak dibidang IT, sebuah penanda bahwa Pontianak siap mengejar Bandung atau Jakarta yang telah mencanangkan diri sebagai smart city. Ada pula stand yang menjual berbagai handycraft  seperti ukiran kayu, ukiran perak, hingga berbagai distro yang tampil dengan ciri khasnya masing-masing.

Yang tidak kalah menariknya adalah gelaran ini memberikan tempat pula bagi para pekerja kreatif. Bahkan beberapa penulis asal Pontianak menjadikan Pontianak Proloc Market ini sebagai momen peluncuran buku mereka. Ternyata geliat kepenulisan di Pontianak begitu masif. Mereka bahkan mencanangkan akan memecahkan rekor menerbitkan 1000 buku pada tahun 2016 ini.

Tidak hanya dunia kepenulisan, pekerja kreatif lainnya juga mendapat tempat. Sederet foto yang menyambut pengunjung dipintu masuk adalah hasil jepretan tangan-tangan profesional asal Pontianak. Dunia perfilman terwakili dengan pemutaran film “Mira,” sebuah film feature buatan sineas muda lokal. Film ini kabarnya sempat diputar secara terbatas di beberapa kota besar di Indonesia. Suguhan dari penampil lokalpun sudah pasti jadi pelengkap acara. Sayang saya tidak mengetahui kapan Cofternoon, band lokal favorit saya naik panggung.

Masuk-masuk dihadang hasil jepretan keren fotografer Pontianak
(sumber gambar: dok pribadi)
Nah bicara tentang pekerja kreatif, Pontianak Proloc Market juga tampaknya jadi ajang memperkenalkan profesi-profesi kreatif baru di masyarakat. Teman saya seorang food review dan pemilik blog tukangjalanjajan.com, menjadi salah satu pembicara dalam acara tersebut. Seperti yang kita tahu, perkembangan zaman membuat munculnya jenis-jenis profesi baru di masyarakat. Siapa duga sekarang orang bisa mencari duit hanya dengan nge-blog atau bermain media sosial. Dan asal tahu saja, sudah banyak anak Pontianak yang berhasil melakukannya.

Event ini mungkin hanya gambaran kecil tentang pertumbuhan industri kreatif anak-anak Pontianak yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Memang masih banyak potensi kreativitas ataupun brand-brand lokal yang belum terakomodir oleh penyelenggaraannya. Namun setidaknya, Pontianak Proloc Market ini sebuah langkah maju untuk terus mendorong keberanian berkreasi anak-anak lokal Pontianak. Suntikan semangat dan kode keras pula bahwa para kreator Pontianak siap bersaing di kancah nasional bahkan tidak menutup kemungkinan hingga Internasional.

Pengunjungnya rame, tanda antusias masyarakat tinggi...
(sumber gambar : dok pribadi)
Setahu saya sih beberapa tahun belakangan tak banyak ajang yang memang secara terang-terang melabeli diri sebagai tempat berkumpulnya produsen produk kreatif lokal sebagai mana event ini. Jika sukses, tentu ini adalah awalan untuk membuatnya event serupa yang jauh lebih besar tahun depan, lebih megah dan tentu saja lebih penuh kreativitas.


Mungkin seperti halnya hari raya Idul Fitri untuk Muslim, Natal untuk Nasrani, atau Imlek untuk etnis Tiong Hoa, Pontianak Proloc Market bisa jadi adalah hari raya buat para kreator-kreator lokal pontianak. Tempat untuk saling bersilaturahmi dan juga kesempatan untuk memperkenalkan produknya kepada khalayak yang lebih luas. Sebuah cara bagi anak-anak muda Pontianak untuk merayakan kreativitas mereka.
Selamat merayakan kreativitas...
(sumber gambar : dok pribadi)

Rabu, 16 Maret 2016

HAT YAI, PESONA DI SELATAN THAILAND

Bicara soal liburan ke Thailand, nama Bangkok, Pattaya dan Phuket mungkin bakal jadi pilihan destinasi utama. Namun bukan berarti kota-kota lainnya tak layak kunjung. Terutama untuk mereka yang lebih menikmati ketenangan dan interaksi sosial dengan masyarakat lokal, Hat Yai patut dijadikan salah satu list tujuan.

Hat Yai adalah kota terbesar di daerah selatan Thailand. Berada di provinsi Songkhla yang berbatasan langsung dengan Malaysia, menjadikan corak budaya di kota ini begitu unik. Meski dominan dengan budaya Thai dan agama Budha seperti kebanyakan wilayah Thailand, namun perempuan-perempuan berjilbab bukanlah sesuatu yang asing disana. Mencari makanan halal pun sangatlah mudah. Banyak pula penduduk Malaysia yang mencari nafkah di sini. Seorang pengemudi Tuk-tuk (angkutan khas Thailand) yang mengantar saya di salah satu malam saya di Hat Yai mengaku berasal dari Malaysia dan berbahasa melayu dengan fasih. Dan memang orang-orang berbahasa melayu masih bisa dijumpai di kota ini.

Kedatangan saya di Hat Yai adalah untuk menikmati suasana berbeda dari Songkran (tahun baru-nya orang Thailand). Namun sayang saya salah memperhitungkan jadwal. Songkran di Hat Yai tak selama yang di Bangkok, akibatnya ketika saya tiba di Hat Yai, Songkran ternyata telah usai.

Tidak mau perjalanan darat semalaman dari Kuala Lumpur ke Hat Yai sia-sia, maka saya memutuskan menikmati apa saja yang dimiliki oleh Hat Yai. Dan ternyata Hat Yai punya banyak tempat menarik yang membuat saya tidak menyesal pernah mengunjunginya.

Wat Hat Yai Nai

Wat Hat Yai Nai adalah kuil Budha yang terdapat patung Budha tidur (Reclining Buddha) raksasa di sana. Konon kabarnya ini adalah patung Budha tidur raksasa terbesar ketiga di dunia. Tidak hanya patung Budha raksasa, di area kuil juga terdapat beberapa bangunan yang berukuran lebih kecil. Di dalamnya terdapat berbagai patung Budha dalam berbagai posisi dan wujud. Ada patung Budha tertawa, ada patung Budha anak-anak, bahkan juga ada patung ular berkepala tujuh.

Di depan Wat Hat Yai Nai...
(sumber : dok pribadi)
Selain kuil, juga terdapat pemakaman yang jadi tempat kunjungan ziarah masyarakat Thailand pada musim Songkran (tahun baru). Ruangannya terdapat tepat di bagian punggung patung Budha tidur raksasa tersebut.

Lee Garden Plaza

Saya bukan penggemar wisata belanja, jadi tentu bukan benar-benar Lee Garden Plaza yang saya maksud. Melainkan deretan pedagang makanan kaki lima di depannya. Semenjak jam empat sore, halaman depan Lee Garden Plaza dan sekitarnya akan menjadi tak ubahnya surga bagi para pencinta street food seperti saya.

Ayam Bakar, Cumi kering, buah-buahan segar, aneka macam sosis terpajang di pinggir-pinggir jalan dan aromanya terbang bebas memenuhi udara. Makanan-makanan berat macam Tom Yam, Som Tam, Manggo Sticky Rice hingga Nasi Lemak juga tersedia. Beberapa pedagang souvenir tak ketinggalan menggelar dagangannya.


Salah satu lapak ayam bakar di area sekitar Lee Garden Plaza
(sumber: dok pribadi)
Jika ingin lebih puas berbelanja souvenir atau oleh-oleh, Pink Lady Market yang juga terletak tidak jauh dari kawasan tersebut bisa jadi pilihan. Disana terdapat berbagai jenis oleh-oleh bahkan yang bertuliskan Bangkok, Pattaya atau Phuket sekalipun.

Kim Yong Market

Hat Yai memang surga belanja murah. Letaknya yang jadi penghubung dari Malaysia dengan kota-kota besar lain di Thailand menjadikannya kota perdagangan yang sibuk. Salah satunya bisa dilihat di Kim Yong Market.

Berderet-deret pedagang kaki lima menggelar lapak dagangannya. Mulai dari makanan ringan, oleh-oleh, buah-buahan, bunga, perkakas rumah tangga, jimat, perlengkapan sembahyang, pakaian hingga lotre. 
Kim Yong Market tampak depan...
(sumber gambar : dok pribadi)
Sedikit kesulitan adalah tidak banyak pedagang di sana yang bisa berbahasa Inggris. Beruntung jika mendapati pedagang yang bisa berbahasa melayu, namun jika tidak, terpaksa menggunakan bahasa isyarat.

Hat Yai Municipal Park

Taman ini berada sedikit di pinggir kota, setidaknya itu yang saya duga. Taman ini sangat-sangat luas dan terdiri dari beberapa bukit. Ada banyak aktivitas yang bisa dilakukan. Taman ini mempunyai danau yang luas dengan ikan-ikan di dalamnya. Selain itu juga ada parade lampion berbagai bentuk yang menambah keindahan taman tersebut.

Di Hat Yai Municipal Park ada tiga tempat tujuan yang layak kunjungi. Yang pertama adalah kuil Brahman yang dipenuhi dengan patung-patung Gajah. Untuk tiba di kuil ini bisa dengan menggunakan kereta gantung. Selain kuil Brahman ada juga patung budha emas raksas yang menghadap kota Hat Yai. 
Patung Budha Emas Raksas di atas bukit Hat Yai Municipal Park
(sumber: dok pribadi)
Seperti halnya Kuil Brahman, patung Budha emas ini juga berada di puncak bukit. Agak turun ke bawah, ada patung Dewi Kwan Im dan juga kuil berisi patung dewi Kwan Imm yang menunggang dua belas lambang shio. Kesempatan melihat keindahan Hat Yai dari ketinggian, menjadikan tempat ini harus jadi persinggahan kala datang ke Hat Yai.

Klong Hae Floating Market

Ternyata Hat Yai juga punya Floating Market yang bisa jadi tujuan kunjungan buat para wisatawan. Memang tidak buka tiap hari dan berada agak jauh dari pusat kota, namun tempat ini tidak layak untuk dilewatkan begitu saja.

Di sini kita bisa berbelanja berbagai macam hal, terutama makanan. Berderet-deret perahu dengan muatan barang dagangan siap menunggu kita. Kemampuan bertransaksi dengan baik dibutuhkan untuk mendapatkan harga terbaik. Pesan saya sih jangan terburu-buru memutuskan, karena barangkali akan ada banyak pilihan yang jauh lebih baik dan menggiurkan di depan sana.
Klong Hae, Hat Yai Floating Market
(sumber gambar: triehartanto.blogspot.com)
Dan jika berkunjung dengan Song Teaw, ingat pula untuk jangan sampai kemalaman. Biasanya jam tujuh ke atas Song Teaw sudah menghilang dari jalanan.  Terpaksa naik Tuk-tuk artinya harus siap untuk menawar dengan kejam kembali.

Pantai Shamila

Berada di kota Shongkla, yang tetap bisa dijangkau dari Hat Yai. Di pantai ini terdapat patung putri duyung yang melegenda. Keindahan pantai berpasir dilengkapi deretan restoran sea food berharga terjangkau. Penggemar makanan laut, tidak akan melewatkan tempat satu ini.

Cukup berjalan kaki dari pantai, ada Tang Kuan Hill. Di puncaknya terdapat semacam kuil berstupa dan patung Budha. Serupa dengan beberapa tempat lain di dunia, di sini juga ada tempat untuk “gembok cinta.” Barangkali juga ada mitos yang sama bahwa siapa yang mengaitkan gembok yang telah ditulis nama pasangan akan langgeng. 


Deretan gembok cinta yang bikin baper...
(sumber gambar : tukangjalanjajan.com)
Terlepas dari legenda apapun, menikmati dari ketinggian keindahan kota Songkhla yang berbatasan dengan laut sudah cukup jadi alasan untuk datang ke sini.


Pulau Ko Yo 

Dari Tang Kuan Hill kita akan bisa melihat sebuah pulau ditengah danau luas yang terhubungkan dengan sebuah jembatan. Itulah Ko Yo Island yang berada di tengah danau Shongkla. 


Pulau Ko Yo (yang dihubungkan dengan jembatan) dilihat dari puncak Tang Kuan Hill
(sumber gambar: dok pribadi)
Di pulau Ko Yo juga terdapat patung Budha tidur berwarna emas. Selain itu ada juga patung kepala naga raksasa yang konon merupakan salah satu legenda nelayan di daerah Songkhla. Di danau Shongkla juga tersedia feri yang bisa kita naiki untuk mengeksplor danau Shongkla.

Yah, tempat-tempat tersebut mungkin hanya beberapa destinasi yang kebetulan telah terkenal saja. Ada banyak pengalaman menyenangkan yang bisa didapatkan di Hat Yai entah sebagai kota persinggahan ataupun lebih dari itu. Bahkan dengan sekedar berkeliling kota, berinteraksi dengan penduduknya atau menikmati Thai Massage di sana, kita pasti akan setuju bahwa Hat Yai memang layak dikunjungi.
Copyright © 2014 SANTOSA-IS-ME